Lihat ke Halaman Asli

Kirim Paket buat Bisnis, Kok Coba-coba?

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1416056106452745971

Tak terasa JNE sekarang sudah menginjak 24 tahun. Hampir sama dengan umur saya. Curiga pas aku lahir, barengan sama berdirinya JNE. *ngaco..:D. Adanya momen untuk menulis tentang JNE seperti ini, tidak terlalu sulit bagi saya. Hampir setiap hari saya berurusan dengan JNE, baik dalam mengirimkan barang atau pun menerima barang. Selalu dari dan pakai JNE.

JNE alias Jalur Nugraha Ekakurir, yang didirikan oleh Bapak H. Soeprapto Suparno ini, memang tidak bisa lepas dari keseharian saya. Sebagai wirausahawan online shop, sudah pasti saya memerlukan jasa pengiriman paket yang dapat dipercaya, serta terbukti kualitasnya. Saya baru menjalani usaha online shop ini sekitar 8 bulan. Memang terbilang masih 'bau kencur' dibandingkan dengan online shop yang lain. Tapi saya bersyukur sekali karena bisa menghasilkan omzet yang lumayan setiap bulannya. Bisa mandiri dalam hal keuangan.

Jujur saya pernah mencoba jasa pengiriman paket lain, sebelum mengenal JNE. Karena saya waktu itu pikir, "Ah sama-sama paket juga kan. Harga paling ngga jauh beda. Lokasi lumayan dekat pula" Berawal dari pemikiran seperti itu, saya pun 'memutuskan' untuk mencoba jasa ekspedisi tersebut. Malah kekecewaan dan mimpi buruk yang menghampiri.

Jadi begini ceritanya, tanggal 23 Juni 2014, ada 5 0rang cutomer yang mengorder produk dress serta tas dari saya. 3 orang memesan dress yang sama. Untuk mengirim barang pesanan mereka, datanglah saya ke gerai ekspedisi tersebut. Begitu sampai di tempat, lho kok kosong? Tapi mereka buka. Hanya saja di dalam ruangan itu tidak ada orangnya sama sekali. Oh, saya pikir mungkin sedang ke kamar mandi atau sholat, karena waktu itu saya ke sana jam setengah 4 sore. 10 menit, 20 menit berlalu, sampai setengah jam saya menunggu, belum juga ada karyawan ekspedisi tersebut. Berasa saya jadi satpam dadakan. Kesal menunggu lama, saya pun memutuskan untuk bertanya ke orang-orang di sekitar gerai. Barangkali mereka tahu. Beruntung ada tukang parkir, saya pikir kalau tukang parkir kan biasanya tahu persis keadaan di sekitar situ. Saya pun bertanya, "Pak, punteun. Orang yang di gerai T*** ini kemana ya?" Dan jawaban dari Bapak Parkir itu pun membuat saya tercengang. "Oh, itu, Neng, lagi nongkrong di situ." Beliau menunjuk ke arah minimarket di samping gerai. What? Nongkrong? Astaga ini orang santai banget. Di dalam gerainya kan banyak barang. Gimana kalau hilang? Saya tidak habis pikir. Dipanggillah orang tersebut. Sembari cengangas cengenges dia melenggang ke gerainya. Berhubung sudah kesal, langsunglah saya to the point.

5 item tersebut sudah saya bungkus terpisah dengan rapi. Saya pun menuliskan nama, alamat, dan juga nomor handphone yang bisa dihubungi untuk masing-masing paketan. Setelah selesai, tiba saatnya penjumlahan harga jasa. Dan ini merupakan hal yang bikin saya tercengang untuk kedua kalinya. Harganya mahal banget. Masa dari Bandung ke sesama Bandung kena chargenya Rp 12.500,-? Apalagi untuk yang keluar kotanya, harga sangat tidak wajar.  Saya tidak tahu itu memang ketentuan dari pusatnya apa memang permainan dari si gerai itu. Sempat adu mulut mengenai harga. Cuma ya mau gimana lagi, sudah kepalang saya mengirim paket di situ. Saya cuma berharap semoga semua bisa sampai dengan selamat dan tidak terlalu lama.

Hari demi hari berlalu. Saya memang biasa memfollow up customer, menanyakan barang sudah sampai apa belum, setelah 3 hari dari masa order. Bukan maksud kepo atau apa, tapi saya ingin menjaga kepercayaan dan memberi kenyamanan kepada customer, dengan kualitas pelayanan prima. Tidak hanya 'getol' saat masa order saja. Tapi after sales juga. 5 customer itu saya tanya bersamaan. Barang masih belum sampai. Beberapa di antaranya complain, namun saya menjelaskan bahwa barang masih dalam proses pengiriman. Begitu terus ketika saya memfollow up. Saya mulai tidak enak hati. Yang dari Bandung ke Bandung juga kok lama banget ya? Saya pun  coba menghubungi pihak ekspedisinya. Mereka hanya bilang, "Ditunggu aja, Mbak. Nanti juga pasti sampai." Jawaban apa kayak gitu? Nggak ada jaminan dan penjelasan sama sekali itu barang ada dimana. Dan mimpi buruk itu pun terjadi setelah 1 minggu berlalu. Customer menelepon saya ngomel-ngomel. Aduuh...

Customer 1.

"Mbak, gimana sih? Saya kan pesannya tas, kok yang datangnya dress? Kalau mau nipu jangan gitu dong."

Saya coba menenangkan diri. Saya bertanya, "Maksudnya gimana, Sist? Coba dilihat dulu itu alamat penerimanya betul alamat sist bukan." Dan dia pun membenarkan kalau itu alamatnya. Tapi kok barang bisa salah ya? Hufft...ini pasti petugasnya yang nggak teliti sampai salah barang.

Begitu juga dengan 4 customer saya yang lain, mereka mengeluh barang tidak sesuai pesanan, ada yang bungkus paketannya sudah dibuka, ada yang pesan tas di jakarta malah ketukar sama yang pesan dress di bandung, dll. Sumpaaah..malu sekali saya. Yang namanya customer kan ingin kepuasan.

Saya pun mencoba menghubungi pihak ekspedisi tersebut. Saat saya complain, nada bicara mereka seolah seperti orang yang sentimen dan tidak ramah. Mereka bilang, "Maaf, Mbak barang kan sudah sampai ke alamat yang sesuai dengan yang tertera. Jadi mungkin Mbak yang salah waktu kasih alamat ke karyawan kita. Ya kita sih kirim sesuai dengan yang ada." Lalu ketika saya complain barang sudah dibuka, mereka hanya menjawab, "Tapi barangnya masih utuh dan sama kan, Mbak? Ngga ada yang ilang atau apa." Sungguh jawaban yang sangat tidak memuaskan dan kurang ajar. Ketika dimintai pertanggungjawaban mereka lepas tangan. Malah menuduh saya yang salah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline