Lihat ke Halaman Asli

Recehan di Saku Celana

Diperbarui: 18 Maret 2024   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu, ditemani teriknya matahari Ibukota, aku menginjakkan kakiku dengan lesu di trotoar sembari memegang surat yang berisi permohonan Pemutusan Hubungan Kerja.

Aku menghela nafas panjang, sungguh berat rasanya ketika mengetahui hal buruk yang cukup fatal menimpa pabrik industri tempat ku bekerja, hingga kini tak bisa membiayai satu karyawan pun.

Setelah sekitar lima menit menempuh perjalanan di pinggir jalan, aku memutuskan untuk singgah di Halte Bus terdekat.

Seorang pria sebaya yang sepertinya sudah lebih dulu singgah disana, tanpa aba-aba dia menegurku "Eh, kamu yang waktu itu, 'kan?"

Ekspresi wajahku mengatakan aku sedang bingung sekarang. Memoriku mengingat tahun-tahun sebelumnya, mungkin sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Waktu itu..

Bel sekolahku berdering nyaring, murid-murid berhamburan keluar dari beberapa kelas, tak sedikit juga murid yang masih didalam kelas bagai terjebak didalam kandang monster, contohnya aku dan kawan-kawan ku yang berharap Pak Toni segera meninggalkan kelas.

Selang beberapa detik, Pak Toni yang masih menjelaskan salah satu materi Fisika itu pun berjalan menuju meja guru, lalu meraih ponsel nya yang berdering, dan menempelkan nya ditelinga seraya berbicara dengan seseorang diseberang sana.

"Maaf anak-anak, ternyata Bapak ada tamu, udah nunggu di Ruang Guru. Ingat ya, PR nya halaman 89. Ketua kelas tolong bantu Bapak bawa barang Bapak ke Ruang Guru ya. Kalau gitu Bapak duluan, Assalamulaikum." Penutupan dari Pak Toni yang terburu-buru mematikan ponsel nya dan segera meninggalkan kelas.

Bima menyeletuk, "Yehh si Bapak, bukannya daritadi.. Bel nya 'kan udah dari seabad lalu," Aku dan Rendi hanya bisa cengengesan sambil menggelengkan kepala.

Bima dan Rendi adalah temanku sejak aku masih berada di kelas 1 SMP. Jarak rumah kami pun tidak terlalu jauh, itu yang membuat kami semakin dekat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline