Kadang ‘tuk melihat masa depan sedari sumbu kita sekarang, masih mengandung teka teki silang. Ya, begitulah nan terjadi di hati kini. Bermacam mimpi, target dan cita-cita acap mengemuka di antara balik kepala dan rongga jiwa. Di usia sekian, hampir ku lewati sepersekian halaman dalam buku perjalanan. Sebuah petualangan yang harus ditempuh, tanda hidup itu tangguh tak boleh rapuh.
Ada satu dua klausul hidupku nan menyeruak, bak sinyal nan sedikit mengusik relung sukma terdalam. Barangkali tak dapat kuperjelas di sini, namun memberi sedikit kuncian agar nyaman dalam penjelasan. Hmm…… hubungannya mungkin antara usia dan regenerasi. Sudahkah dapat poinnya? Oke, selanjutnya bagaimana ya ‘tuk mulai mendeskripsikannya?.
Banyak ku dengar di sela perbicangan teman sebaya, mencurahkan masalah jodoh. Hmm, jodoh itu masalah ya?. Mungkin, bagi sebagian insan. Selain itu pula, pemaparan setiap kajian keagamaan mesti menyentil bahkan gren tema unggulan pun mengangkat tajuk jodoh. Dan biasanya jumlah peserta nan hadir? Whuala !! Melimpah ruah bak air bah meranah, kala sesi jodoh menengah.
Aku melihat kondisi tersebut, serta merta merasuk ke dimensi diri. Entah bagaimana nanti jodoh menghampiri gadis seperempat abad ini. Bagaimana kondisiku saat penerimaan itu? Apakah ‘titipan’ itu 'kan membawa keberkahan lahir batin, serta dunia dan akhirat? Bla bla segelintir pertanyaan nan mengganjal, coba terpendam dalam asa. Seyogyanya, kepercayaan diri tetap terpatri berlandaskan syar’i nan hakiki. Aku berusaha ‘tuk menjaga kehormatan diri dengan tak mencoba-coba berpacaran.
Apapun nikmatnya, itulah godaan syaitan nan harus dilawan. Lawanlah, karena mungkin sebagian imanmu diuji saat itu. Padahal jika dibandingkan lebih nikmat manakala berpacaran paska menikah, dari sebaliknya. Sebab, komitmen dan janji nan berlandaskan unsur kehalal-an dan kesucian menyatu dalam kelu.
Dan itulah prinsipku terinspirasi dari berbagai serapan kajian serta buku bacaan. Aku percaya pada pepatah yang mengatakan bahwa, “jodoh pasti bertemu”. Tidak begitu seratus persen, namun pelengkapnya berusaha mendekatkan diri pada Illahi serta perbaikan diri dan bergaul di lingkungan nan Islami. Selebihnya, catatan takdir dalam Lauhul Mahfudz lah yang menjadi kuasaNya. Insya Allah 😃
Sedikit elaborasi dalam puisi :
“Membendung asmara hanya ku rasa dalam relung jiwa. Diam tak berarti temaram, walau hari berganti malam. Ungkapan senja terbentang lapang di kawah rindang, 'tuk menanti sang pujaan datang. Bak hari berlukis pelangi, melantunkan harum mewangi di balik kesunyian hati. Ibarat gumaman sendu sebatas pilu nan melantunkan bayang rindu, itulah aku.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H