Lihat ke Halaman Asli

[Hari Ibu] Cara Bapak 'Nembak' Ibu, 25 Tahun Lalu

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

HARI INI, 25 TAHUN LALU, BAPAK 'NEMBAK' IBU DENGAN SEKERAT AMPYANG KACANG

Percayalah, mencari kisah cinta romantis tak perlu jauh-jauh. Tanya saja pada Ibu bagaimana kisahnya bertemu dan jatuh cinta pada Bapak.

Ibu bertemu Bapak pertama kali di kampus FISIP UNAIR, 1985. Bapakku aktivis kampus, ibuku juga. Kata Bapak, kampus FISIP UNAIR punya acara khusus untuk memperingati Hari Ibu, yakni BAKTI SOSIAL HARI IBU, yang diselenggarakan setiap tanggal 22 Desember.

Tahun 1986 adalah tahun saat Bapak-ku (yang biasa-biasa saja) naksir berat Ibu, sementara Ibuku yang cantik sedang menjadi incaran banyak mahasiswa, termasuk mahasiswa dari luar FISIP.

Bakti Sosial Hari Ibu FISIP UNAIR tahun 1986 diadakan di Desa Puspo, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, 20 – 23 Desember 1986. Kata Bapak, saat itu Bapak mulai tak nyaman, karena makin banyak saingan yang tak seimbang; sejumlah mahasiswa ganteng bermobil, sementara Bapak adalah anak kos-kosan, pergi dan pulang kuliah dan memberi les privat bahasa Inggris hanya berkendaraan motor bebek tak jelas rupanya. Lagian, kata Bapak, dari segi ketinggian badan, Ibu lebih tinggi 2 centimeter, dan dari segi penampakan wajah, Bapak terkategori ‘men with looks that most beautiful women won’t turn to’ alias ‘lelaki dengan tampang yang tak bakal dilirik sebagian besar perempuan cantik’.

Ini Bapakku

Ini Ibuku

Tapi siapa nyana kisah romantik justru merebak. Di malam istirahat saat-saat Bakti Sosial Hari Ibu, 22 Desember 1986, di desa Puspo, Bapak bilang pada Ibu bahwa Bapak perlu bicara soal program bakti sosial besok pagi. Aku tahu ini cuma dalih Bapak untuk mengajak Ibu mojok.

Bapak memilih sebuah bangku kayu di bawah pohon sebuah pohon bougenville rindang berbunga indah, di malam sejuk itu. Di kantong jaket, Bapak sudah berbekal sekerat ampyang kacang (gula-gula terbuat dari gula merah dan kacang).

“Mau bahas apa sih, kok pakai mojok segala?” tanya Ibu.

“Ada yang penting,” ucap Bapak, mengeluarkan ampyang kacang.

“Mau ini?” tanya Bapak menyodorkan sekerat ampyang kacang.

“Mau banget. Ini makanan favoritku,” jawab Ibu, langsung mengunyah ampyang kacang.

“Katakan apa yang penting itu?” desak Ibu.

“Mmm…eh…..Mhhh gimana ya?” Bapak menjadi tegang.

“Ngomong aja,” tutur Ibu. Kata Bapak, Ibu menyuguhinya kerling manis dalam remang saat bicara ini.

“Aku mau kamu jadi pacarku,” begitu persisnya kata Bapak.

Ibu tersenyum, tapi tak segera menjawab.

Bapak tak sabar, bertanya lagi, “Mau kan jadi pacarku?”

Ibu mendekap tangan Bapak. Lalu kata Ibu, “Iya deh, mau gimana lagi? Aku juga suka kok sama kamu!”

Ibu Lalu menyodorkan bekas gigitan ampyang kacang ke dekat mulut Bapak. Bapak menggigit ampyang kacang langsung dari sodoran tangan Ibu.

Mau tahu pendapat Bapak tentang detik-detik ini. Inilah kata-kata yang selalu Bapak ulang-ulang :

What a smashing evening!

[caption id="attachment_150463" align="aligncenter" width="421" caption="Ampyang Kacang (www.makanantradisional.multiply.com)"][/caption]

Well, kini Bapak dan Ibu punya aku, adikku Tatyana dan adik kecil Ardian. Ibu masih tetap cantik dan menawan sampai detik ini.

Selamat Hari Ibu untuk Ibuku Tercinta dan Ibu-ibu lain seluruh dunia! Never stop being  a motherly mother!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline