Lihat ke Halaman Asli

Nadia Prasiska

Mahasiswi Pendidikan Agama Islam UIN SU Medan

Pusara yang Berhari Raya

Diperbarui: 8 Agustus 2020   01:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi (diolah dari sumber gambar dreamstime.com)

/1/ 
Jalanan lenggang, sunyi; hilang tunggang 
Berawal dari sebuah benda hidup kecil tak kasat mata; runtuh sudah pertahanan manusia 
Terhisap akan sebuah petaka; korban insan bernyawa. 

Kumpulan asap mengepul; pertanda mudik akan muncul 
Kini hanya wacana; lunglai berbalut nestapa 
Karat pun tak terelak; mati motor tak bernyawa. 

/2/
Bulan suci nyatanya tinggal menghitung detik
Pamit pada manusia; usai melenggang pergi
Hanya tersisa hawa keharuan; walau hati tak karuan.

Tertinggal;
Merantau;
Hanya kenangan.

/3/
Seharusnya alunan takbir kembali semarak
Berkeliling; bersorak menyambut kemenangan
Kini, hanya terdengar sedu dari balik surau; menyeka air yang turun dari pelupuk mata.

Sayang,
Tak ada lagi makan bersama; sajian lontong berkuah, kolang kaling berwarna merah
Tak ada lagi berkunjung ke tetangga; terkurung di rumah, sungkeman via virtual maya.

/4//
Lebaran tahun ini semakin sepi saja,
Bukde, Paklek serta Sepupu urung bersua
Bukan perkara jarak dan waktu; ini berbicara cinta keluarga karena tak ingin hilang meninggalkan nama.

Biarlah ini menjadi cerita,
Bahwa pernah ada suatu masa; tidak lagi bisa bersenda canda
Berpeluk mesra; saling menguntai maaf dari relung atma.

Kembali gumpalan merah di tubuh bertanya,
Apakah Nenek baik-baik saja di Alam Barzah? Tanpa was-was;
Doakan kami supaya bumi lekas pulih dan segera berkunjung kembali ke pusaramu di hari raya.

2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline