Lihat ke Halaman Asli

Dilema Pengelolaan Pesantren: Antara Keterbatasan dan Harapan

Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nunganjuk.or.id

Pondok pesantren merupakan lembaga islam tertua di Indoenasia dan lahir dari akar sejarah Indonesia. Pesantren-pesantren sering kali diakui sebagai pesantren yang lahir dari rahim kebudayaan indonesia. Konteks ini menunjukan bahwa pesantren memiliki akar sejarah dan budaya yang sangat kuat dalam budaya Indonesia. Namun Norcholis Masjid menyakini pesantren dan perguruan tinggi pra-Islam sudah di Tanah Air sejak zama kerajaan Hindu dan Budha, lalu masuk islam. Sekolah campuran Islam sebagai perwakilan lembaga pendidikan Islam di Indonesia telah berperan besar dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Sesuai perkembangan zaman, pesantren pun berkembang sehingga muncullah pesantren gaya moderen dan gaya salaf.

Pondok pesantren sebagai wadah pendidikan dan pendidikan kerohanian, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga kecakapan hidup yang membantu santri mengatasi tantangan sosial. Seiring dengan bertambahnya jumlah pesantren, pesantren menjadi salah satu pilar sistem pendidikan nasional yang berkontribusi terhadap pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun pengelolaan pondok pesantren menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi pendidikan yang dilaksanakan sekolah.

Potret Pengelolaan Pondok Pesantren 

Pengelolaan pesantren umumnya sentralistik, meskipun memiliki manajemen modern tetapi sosok ustadz atau ustadzah sebagai pimpinan pesantren tidak bisa dihilangkan begitu saja. Hal itu disebabkan karena figur ustadz atau ustazah sebagai pimpinan pesantren memiliki karisma yang kuat dalam menjalankan kepemimpinan pesantren. Menurut Manfred Ziemek, ada beberapa tipe pesantren jika dilihat dari model pengelolaannya.

Ada dua jenis pengelolaan pondok pesantren yaitu pesantren salaf (tradisional) dan pesantren modern. Pesantren salaf, merujuk dengan sistem pengelolaan tradisional yang mempertahankan tradisi akademik yang telah diwariskan secara turun-temurun. Yang pertama adalah pesantren salafiyah (tradisional) murni, yang berfokus pada studi kitab klasik dengan menggunakan sistem sorogan, bandongan, atau wetonan. kedua pesantren modern, atau pesantren kontemporer yang dimana sistem manajemen atau pengelolaan kontemporer digunakan dalam pengelolaan pesantren. Sistem ini menghasilkan kurikulum yang menggabungkan kurikulum pendidikan Islam kepesantrenan dengan kurikulum nasional.

1. Kepemimpinan Kiai

Salah satu ciri khas utama dalam pengelolaan pesantren adalah peran kiai sebagai pemimpin sentral. Kiai tidak hanya bertindak sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai manajer dalam pengambilan keputusan strategis pesantren. Kharisma dan otoritas kiai sangat memengaruhi kebijakan pendidikan, pengelolaan keuangan, hingga hubungan eksternal pesantren dengan masyarakat dan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa struktur manajemen pesantren cenderung tradisional dan berbasis patron-klien. 

2.  Sistem Pendidikan 

Pesantren salaf masih menggunakan metode pendidikan tradisional, di mana proses belajar mengajar dilakukan melalui pengajian kitab kuning. Pembelajaran ini biasanya berlangsung secara lisan melalui sistem halaqah (diskusi antara kiai dan santri). pesantren tradisional tidak terikat oleh kurikulum formal. Kyai menentukan sendiri kitab apa yang akan diajarkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan santri. Sementara pesantren modern telah menerapkan sistem pendidikan formal sesuai dengan standar pemerintah, namun tetap mengintegrasikan nilai-nilai keislaman yang kuat.

3.  Pengelolaan Sumber Daya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline