Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat dan tidak sanggup memenuhi kebutuhan dasar hidupnya sehari-hari, kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan dan papan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita untuk per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri ialah minimum pengeluaran yang dibutuhkan seseorang untuk pemenuhan kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan non-makanan ataupun kebutuhan makanan berdasarkan nilai rupiah.
Kemiskinan di perkotaan kini menjadi isu permasalahan yang relevan dan patut untuk ditangani dengan baik. Berbagai aspek yang menjadi penyebab munculnya kemiskinan perkotaan meliputi:
- Aspek fisik (berkaitan dengan ketersediaan sarana transportasi dan infrastruktur)
- Aspek nonfisik seperti keadaan sosial dan ekonomi (misalnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang terbatas, ketidakadilan, serta kesenjangan sosial
- Aspek ekologis (pencemaran lingkungan dan bencana alam)
Kemiskinan perkotaan dapat terjadi karena proses urbanisasi yaitu migrasi oleh penduduk desa yang pindah ke kota. Penduduk yang melakukan migrasi tersebut berharap akan mendapatkan kehidupan yang lebih layak dan lebih baik di kota. Harapan penduduk yang pindah ke kota ialah tersedianya lapangan pekerjaan yang bisa memberikan penghasilan cukup besar. Padahal semua itu tidak dapat begitu saja mereka dapatkan hanya dengan pindah ke kota saja. Kehidupan di kota jauh lebih banyak persaingannya dibanding pedesaan, terutama dalam hal lapangan pekerjaan. Faktor pendidikan, skill, pengalaman, dan banyak faktor lainnya diperhitungkan untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan sesuai harapan.
Urbanisasi tersebut mengalami perkembangan dan pertumbuhan akibat jumlah penduduk yang tinggi sehingga menybebakan kebutuhan yang harus dipenuhi kota tersebut meningkat. Selain hal itu, perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi akan berdampak pada perubahan ekonomi dan sosial.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jember, Peresentase jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Jember pada tahun 2020 mengalami kenaikan sebesar 0,84 poin % jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun2019, persentase untuk jumlah masyarakat miskin yang awalnya sebesar 9,25% naik menjadi 10,09% pada tahun 2020. Dengan demikian, kemiskinan yang terjadi akan sangat berperngaruh pada perkembangan serta pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan yang harus Kabupaten Jember penuhi.
Pada kasus kemiskinan perkotaan yang terjadi di Kabupaten Jember, bisa dicontohkan dengan banyaknya jumlah pengemis yang masih tersebar luas, misalnya saja pengemis yang berada di depan pertokoan, cafe, alun-alun, perumahan, bahkan lampu merah. Hal ini tentunya sangat menggangu masyarakat lain yang sedang beraktifitas, bukan hanya itu, masyarakat yang mengemis di lampu merah juga dapat mengakibatkan kemacetan hingga kecelakaan lalu lintas. Pengemis-pengemis tersebut pastinya akan merusak keindahan tata kota Kabupaten Jember jika tidak segera ditangani. Alun-alun sebagai sarana hiburan, pertokan sebagai sarana perdagangan juga akan terlihat tidak menarik jika pengemis yang keadaannya kurang bersih berkeliaran disana.
Selain mengemis, masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya juga dapat melakukan tindak kriminalitas seperti mencuri, aksi pembegalan, bahkan pembunuhan. Tindakan tersebut biasanya terpaksa dan terbiasa mereka lakukan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. Pada kebanyakan kasus, biasanya oknum tersebut terpaksa melakukan tindak kriminalitas dikarenakan hidupnya sudah terlilit hutang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jika dengan berhutang kebutuhan hidupnya masih terbilang kurang, maka mereka akan terpaksa melakukan tindak kriminal sehingga lama-kelamaan akan terbiasa akan tindakan tersebut.
Pastinya tindakan yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawa itu akan membuat masyarakat lain resah akan keamanan diri maupun keamanan barang yang dimiliki. Maka dari itu, perlu adanya tindakan tegas dari pemerintah untuk menanggulangi kasus-kasus kemiskinan yang ada pada Kabupaten Jember agar tidak ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi.
Kasus kemiskinan di Kabupaten Jember tersebut disebabkan oleh meningkatnya angka pengangguran serta kenaikan harga kebutuhan pokok. Terlebih lagi subsidi BBM pertalite yang saat ini dicabut. Hal itu juga sangat berpengaruh kepada kenaikan bahan pokok kebutuhan sehari-hari di Kabupaten Jember. Ketersediaan lapangan pekerjaan yang mulai menyempit pun membuat masyarakat desa yang terlanjur pindah ke kota bahkan masyarakat asli perkotaan akan merasa kewalahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Faktor lain yang menyebabkan masyarakat mengalami kemiskinan ialah kurangnya edukasi yang luas tentang transaksi simpan pinjam. Banyak instansi simpan pinjam seperti misalnya bank, rentenir, koperasi yang menawarkan pinjaman dengan penawaran tinggi sehingga banyak masyarakat tergiur untuk melakukan transaksi pinjam-meminjam tersebut. Akibatnya, masyarakat yang belum memahami tentang bunga tinggi dan konsekuensi jika tdak atau telat membayar pinjaman, akan terus meminjam tanpa memikirkan dampak kedepannya. Sehingga saat jadwal penagihan mereka pastinya akan kebingungan dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang sebagai pembayaran untuk transaksi pinjaman yang telah dilakukan.
Sebenarnya sudah banyak program-program pemerintah yang memberikan keringanan bagi penduduk yang masih tergolong dalam kategori miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu program nya ialah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan sosial lainnya. Hanya saja perlu ketelitian dari pemerintah untuk memberikan bantuan tersebut agar tepat sasaran dan diterima oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.