Lihat ke Halaman Asli

Sejarah, Fungsi Kesenian Tradisional Debus di Banten

Diperbarui: 21 Desember 2024   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Soekarno menghadiri pertunjukan debus di Banten. Sumber: (Syamsu, 2003) 

Banten merupakan sebuah provinsi yang terletak pada bagian barat pulau jawa, Indonesia. Wilayah banten juga memiliki beragam budaya, penyebaran agama islam dan Kesultanan Banten memberikan pengaruh terhadap kebudayaan yang berkembang di Banten. Debus merupakan seni bela diri dari Banten, kesenian ini diciptakan oleh pemerintahan sultan maulana hasanuddin, Kesenian debus merupakan sebuah pertunjukan tradisional yang berasal dari banten. Kesenian ini menggabungkan beberapa elemen seni tari, musik dan pertunjukan yang melibatkan aksi-aksi ektrem dan berani, seperti menusuk tubuh dengan benda tajam, memakan kaca, memakan api dan berbagai atraksi lainnya yang menunjukkan kekebalan fisik. Debus diiringi dengan musik tradisional seperti kendang, kesenian ini memiliki nilai-nilai spiritual dan ritual yang dimana para pelaku percaya bahwa mereka mendapatkan kekuatan dari yang maha kuasa. 


Sejarah Debus di Banten

Debus dikenal sebagai kesenian asli masyarakat Banten abad ke-16 yang berkembang pada masa kerajaan Banten ketika pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin untuk menyebarluaskan agama islam. Pada awalnya, debus berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan agama islam. Kemudian berkembang digunakan sebagai media untuk memompa semangat rakyat banten dalam menghadapi penjajahan belanda pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Debus merupakan salah satu dari sekian banyak kesenian khas dari Banten. Kesenian ini banyak digemari masyarakat karena menarik dan langka. Debus berasal dari kata dabus yang berarti paku atau peniti, yaitu suatu permainan dengan senjata tajam yang ditikamkan ke tubuh para pemainnya dengan keras (Said, 2016). Debus berasal dari kata "gedebus" yaitu nama dari salah satu benda tajam yang digunakan dalam pertunjukan kekebalan tubuh. Seni pertunjukan debus merupakan kombinasi dari seni tari, suara, dan seni olah batin (bernuansa magis) yang menampilkan kekebalan seseorang terhadap benda tajam. Debus juga menjadi sarana untuk penyebaran agama Islam. Agama Islam diperkenalkan ke Banten oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1520 dalam ekspedisi penaklukan Sunda Kelapa. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, debus dijadikan sebagai sarana untuk membangkitkan semangat para pejuang melawan Belanda. Pada perkembangannya debus mengalami percampuran dengan tradisi pra-Islam. Seiring dengan kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa debus mulai menghilang. Pada tahun 1960-an debus muncul kembali dengan dikemas sebagai suatu bentuk pertunjukan kesenian sampai saat ini. 

Penduduk Banten dalam perjuangan melawan Belanda mempunyai cara tersendiri. Meskipun mereka itu harus menghadapi la wan yang cuku p kuat disertai dengan perlengkapan persenjataan yang modem, namun semuanya itu dihadapi dengan semangat nan tak kunjung padam. Mereka mempunyai semangat juang yang tinggi. Perlawanan rakyat Banten yang dipimpin oleh Sultang Ageng Tirtayasa (1651 - 1682) benar-benar sangat mengejutkan pihak Belanda. Belanda di Banten benar-benar terpukul dengan adanya perlawanan yang demikian hebatnya itu. Semua itu berkat pimpinan Sultan Ageng yang selalu memberikan dorongan serta sernangat perjuangan kepada seluruh rakyatnya.(Hadiningrat, 1981).

Debus dalam bahasa Arab merujuk pada senjata tajam yang terbuat dari besi, memiliki ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain dilukai, namun tidak dapat tembus walau dipukul berkali-kali oleh pemain lain. Atraksi tersebut merupakan salah satu variasi dari berbagai atraksi dalam pertunjukan debus. Di Banten kesenian debus menjadi keahlian yang lumrah dan sudah banyak perguruan atau padepokan yang mengajarkannya. Pada perkembangannya, debus menjadi hiburan dan seni budaya. Debus menjadi identitas budaya Banten sehingga menjadi salah satu kesenian yang sering dipertunjukan pada acara hajatan dan acara resmi pemerintah provinsi Banten. (Calasanza, n.d.) 

Pada 9 juni 1957, presiden soekarno menyaksikan pertunjukan kesenian debus yang menggunakan senjata tajam pada malam kesenian di serang. Pada perkembangannya, debus menjadi hiburan dan seni budaya. Debus menjadi identitas budaya Banten sehingga menjadi salah satu kesenian yang sering dipertunjukan pada acara hajatan dan acara resmi pemerintah provinsi Banten. Pada 2006 hingga 2017 Debus sering muncul dalam siaran televisi dan dikenal hingga tingkat nasional. Debus menjadi pembuka berbagai acara di Kabupaten atau provinsi yang menghadirkan pejabat daerah maupun pusat. Pertunjukan terbesar pernah diadakan pada tahun 2014 dan 2017, yaitu pada acara festival debus tahun 2014 yang diselenggarakan di Titik Nol Mercusuar Anyer. Acara tersebut dihadiri 2000 pelaku debus. Pesertanya mencapai 600 orang dari Kota dan Kabupaten Serang, 500 orang dari Kota Cilegon, 400 orang dari Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak 500 orang. Pada tahun 2017, debus juga ditampilkan dialun-alun Kota Serang dengan peserta kurang lebih 3000 pelaku debus (Hadiningrat, 1981) 


Fungsi Kesenian Tradisional 

Debus Pada awalnya, Kesenian debus mempunyai fungsi yang penting yaitu sebagai sarana untuk membangkitkan semangat para pejuang melawan Belanda pada abad ke-16. Pada saat itu debus bukanlah suatu bentuk kesenian yang dapat dilihat oleh masyarakat umum seperti sekarang. Fungsi kesenian debus sebagai suatu prasarana untuk menggembleng rakyat banten dalam menghadapi belanda. Sedangkan untuk sekarang, debus berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat umum khususnya di banten. Pertunjukkan ini biasanya dilaksanakan di lapangan terbuka agar pemain debus dapat leluasa melakukan atraksinya. Atraksi debus berupa menusuk perut dengan tongkat, memukul batu di atas punggung, atraksi golok, mengiris tangan menggunakan golok, memakan bara api, piring atau gelas dan menusuk leher dengan menggunakan besi. Dalam perkembangannya kesenian ini mengalami beberapa perubahan fungsinya, (Hadiningrat, 1981). Dengan adanya perubahan ini menandakan adanya kehidupan pada seni tersebut. Berikut yaitu fungsi kesenian tradisional debus, diantaranya:

  • Sebagai persembahan kepada yang gaib; di sini lebih banyak mempunyai sifat yang ditujukan kepada pemusatan batin 
  • Sebagai sarana hiburan ; lebih cenderung dan menonjol kepada sifat pameran rupa ataupun penonjolan pada hal-hal yang aneh atau pun luar biasa yang kadang-kadang sulit untuk diterima oleh akal sehat. 
  • Sebagai pelengkap upacara adat; di sini pengucapan bahasa secara baik dan benar tidak begitu dipentingkan, akan tetapi dititik beratkan pada peran serta dan pengisian tempat di dalam rangka suatu upacara 
  • Sebagai pelengkap upacara magis, artinya kesenian ini mempunyai suatu kekuatan yang dapat mendatangkan akibat tertentu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline