Latar Belakang
Pengarusutamaan gender sering kali dipahami oleh khalayak umum sebagai isu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Namun, konsep ini sebenarnya lebih luas, mencakup pendekatan strategis untuk memastikan bahwa perspektif gender diperhitungkan dalam setiap kebijakan, program, dan kegiatan. Secara resmi Pengarusutamaan Gender diadopsi menjadi strategi pembangunan bidang pemberdayaan perempuan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun2011 yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarustamaan Gender di Daerah yang mengatur peran-peran daerah dalam pembangunan responsif gender (Antasari & Hadi, 2017). Kebijakan tersebut bertujuan agar setiap program dan kebijakan pemerintah di daerah mempertimbangkan aspek keadilan gender, sehingga perempuan dan laki-laki memiliki akses, partisipasi, serta manfaat yang setara dalam pembangunan. Pengarusutamaan gender merupakan bagian integral dari upaya untuk mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Pengukuran terhadap pencapaian pengarusutamanaan gender dalam suatu daerah dapat dilakukan melalui 2 (dua) indikator, yaitu Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG). Kedua indeks ini memberikan gambaran yang jelas mengenai sejauh mana perempuan diberikan akses yang setara dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan partisipasi politik.
Sebagai bentuk konkret dari kebijakan tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Meskipun telah ada berbagai kebijakan/regulasi terkait Pengarusutamaan Gender (PUG) di Kalimantan Timur, namun tantangan besar masih dihadapi dalam penerapannya. Capaian nilai IPG dan IDG Kalimantan Timur yang masih di bawah rata-rata nasional, hal ini mencerminkan adanya kesenjangan pembangunan dari sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan, politik dan hukum di Kalimantan Timur, serta belum diperolehnya kesempatan yang sama dalam akses, partisipasi, manfaat dan kontrol perempuan dalam proses pembangunan.
Permasalahan Utama
- Rendahnya capaian Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kalimantan Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 Capaian IDG Kalimantan Timur sebesar 68,96 berada di bawah angka nasional sebesar 76,90 sehingga menempatkan Provinsi ini pada peringkat ke-27 dari 34 Provinsi di Indonesia. Terdapat 9 (sembilan) Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur yang memiliki nilai IDG dibawah rata-rata nasional. Demikian pula, capaian IPG Kalimantan Timur pada tahun 2023 sebesar 87,13 tercatat lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 91,85, dengan peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia.
- Kurangnya kesadaran Perangkat Daerah dalam Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG). PPRG merupakan salah satu cara untuk memberi kepastian bahwa melalui kebijakan, program dan kegiatan perangkat daerah bahwa perempuan, laki laki, anak, lansia, ibu hamil, dan disabilitas memperoleh kesempatan yang sama dalam Akses, Partisipasi, Manfaat dan Kontrol dalam pembangunan. Berdasarkan data DKP3A Prov. Kaltim capaian nilai Anggaran Responsif Gender (ARG) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2024 Semester I sebesar Rp. 11.734.433.517.474,- dengan persentase 46,54 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2023 sebesar Rp. 4.484.440.879.659,- dengan persentase 14,31. Peningkatan ini masih belum signifikan, dan masih terdapat 5 (lima) Perangkat Daerah yang belum melaksanakan PPRG, serta rendahnya kesadaran Perangkat Daerah untuk melakukan data terpilah pada rencana strategi perangkat daerah masing-masing karena menganggap ARG hanya berkaitan dengan perempuan.
Dampak dari Permasalahan
- Dampak masalah yang terjadi akibat rendahnya capaian nilai IDG dan IPG Kalimantan Timur tahun 2023 menunjukkan adanya ketimpangan gender yang masih signifikan. Capaian Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Kalimantan Timur menunjukkan tren menurun sejak tahun 2018, meskipun terjadi sedikit kenaikan di tahun 2022 dan tercatat selalu lebih rendah dari capaian IKG nasional. Hal ini menyebabkan kesenjangan dalam akses terhadap sumber daya, layanan, dan peluang pembangunan antara perempuan dan laki-laki, baik dalam sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, maupun partisipasi politik. Ketimpangan ini berpotensi menghambat pencapaian tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
- Perencanaan dan penganggaran yang tidak responsif gender akan menghasilkan kebijakan, program, dan kegiatan yang kurang inklusif, sehingga manfaat pembangunan tidak dirasakan secara merata oleh semua kelompok masyarakat, terutama bagi kelompok rentan, seperti perempuan, anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penyandang disabilitas tidak mendapatkan kesempatan yang setara dalam akses terhadap layanan publik, partisipasi dalam pengambilan keputusan, manfaat dari program pembangunan, serta kontrol terhadap sumber daya yang disediakan.
Alternatif Solusi dari Daerah/Negara Lain
- Islandia, negara dengan predikat kesenjangan gender paling rendah di urutan pertama di dunia. Pemerintah Islandia mengeluarkan kebijakan Equal Pay Certification yang merupakan kebijakan pertama di dunia yang mewajibkan perusahaan dan institusi untuk membuktikan penerapan sistem upah yang setara melalui proses audit yang ketat. Act on Equal Status and Equal Rights Irrespective of Gender juga dirumuskan untuk membantu meningkatkan kesetaraan gender dalam berbagai aspek. Kebijakan tersebut sejauh ini berdampak positif dalam mengurangi kesenjangan upah berdasarkan gender dalam dunia kerja. Pemerintah Islandia juga membentuk strategi melalui kerjasama pembangunan Islandia (International Development Cooperation) yang fokus memerangi kemiskinan dan kelaparan, serta menyoroti hak asasi manusia, kesetaraan gender, demokrasi, perdamaian dan keamanan.
- Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menerima penghargaan Anugerah Parahita Eka Praya (APE) Katagori Mentor Oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Nasional (KPPPA) RI sebanyak 5 kali. Sinergisme pentahelik antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan lembaga non pemerintah yang terus dilakukan melalui program kegiatan yang responsif gender di berbagai bidang, dengan berfokus pada isu-isu gender antara lain untuk penurunan perkawinan anak, mengurangi bahkan menghilangkan perdagangan perempuan, peningkatan perempuan politik, penguatan ekonomi dan pendampingan hukum serta penurunan pelecehan seksual pada perempuan dan anak, melalui program yang responsif terhadap permasalahan tersebut melalui anggaran APBD Provinsi. Sehingga setiap Perangkat Daerah di Jawa Timur telah mengintegrasikan isu gender melalui aplikasi Sistem Penyusunan Perencanaan Penganggaran Online (SUPERSINDEN) untuk memudahkan menyusun Anggaran Responsif Gender (ARG) tersebut.
Rekomendasi Kebijakan
- Melakukan koordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia untuk pelaksanaan fasilitasi kegiatan TOF (Training Of Fasilitator) Pengarusutamaan Gender bagi masing-masing pimpinan Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
- Membuat regulasi teknis dari Peraturan Daerah Kalimantan Timur tentang Pengarusutamaan Gender dan memperbarui isi kebijakan tentang Tim Penggerak dan Focal Point PUG Kalimantan Timur, agar selain menjelaskan mengenai tugas masing-masing juga dijelaskan ketentuan bagi masing-masing tim pada Perangkat Daerah wajib mengikuti Pendidikan dan pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG).
- Melakukan advokasi/sosialisasi tentang integrasi gender dalam bidang ekonomi pada organisasi/lembaga pemberdayaan perempuan dan kelompok kewirausahaan bagi perempuan, serta pengembangan lembaga pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi melalui LPLPP.
- Melakukan kerjasama dengan perangkat daerah terkait, oranisasi/lembaga masyarakat, dan media massa dalam upaya kesetaraan dan keadilan gender, melalui sejumlah program mulai layanan di bidang pendidikan, kesehatan, penguatan sumber daya manusia, politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya.