Lihat ke Halaman Asli

Teori emotional intelligence (IE) oleh Daniel goleman dalam perspektif teori sosial emosional

Diperbarui: 18 Januari 2025   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori Emotional Intelligence (EI) oleh Daniel Goleman dalam Perspektif Teori Sosial Emosional

Daniel Goleman memperkenalkan konsep Emotional Intelligence (EI) sebagai kemampuan seseorang untuk memahami, mengelola, dan mengarahkan emosi mereka sendiri serta emosi orang lain. Konsep ini berakar pada pendekatan psikologi dan teori sosial-emosional yang menekankan pentingnya hubungan interpersonal, regulasi diri, dan kemampuan sosial dalam mencapai kesuksesan personal maupun profesional. Dalam teorinya, Goleman mengidentifikasi lima komponen utama kecerdasan emosional: kesadaran diri, pengelolaan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial. Artikel ini akan membahas teori Goleman dalam konteks sosial-emosional, menyoroti relevansinya terhadap interaksi manusia dan pengembangan keterampilan interpersonal.

Emotional Intelligence dalam Konteks Sosial Emosional

Teori sosial-emosional berfokus pada bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka dan bagaimana emosi berperan dalam membentuk hubungan interpersonal. Dalam pendekatan ini, kecerdasan emosional dianggap sebagai elemen penting yang memungkinkan individu untuk:

1. Mengembangkan hubungan yang sehat melalui pemahaman emosi diri dan orang lain.

2. Mengelola konflik dengan bijak melalui komunikasi yang efektif dan pengendalian emosi.

3. Membangun kerja sama tim dengan meningkatkan empati dan keterampilan sosial.

Sebagai contoh, seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional tinggi mampu mengenali emosi bawahannya, memberikan umpan balik dengan cara yang mendukung, dan menjaga suasana kerja tetap harmonis meskipun menghadapi tekanan tinggi.

Komponen Kecerdasan Emosional dalam Teori Goleman

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Kesadaran diri mencakup kemampuan mengenali emosi diri sendiri, memahami dampaknya terhadap perilaku, dan mengevaluasi kekuatan serta kelemahan diri. Dalam konteks sosial, individu yang memiliki kesadaran diri yang tinggi cenderung lebih responsif terhadap situasi sosial dan mampu mengidentifikasi kebutuhan emosional orang lain. Misalnya, seseorang yang menyadari bahwa ia merasa frustrasi akan lebih mampu menenangkan diri sebelum berkomunikasi dengan orang lain.

2. Pengelolaan Diri (Self-Management)
Pengelolaan diri mengacu pada kemampuan untuk mengontrol reaksi emosional, menghindari perilaku impulsif, dan tetap tenang di bawah tekanan. Dalam teori sosial-emosional, keterampilan ini membantu individu menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan mengelola konflik interpersonal. Misalnya, dalam rapat kerja yang memanas, seseorang dengan pengelolaan diri yang baik akan mampu tetap tenang dan memberikan solusi daripada terjebak dalam perdebatan emosional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline