Lihat ke Halaman Asli

Dia Memang Datang pada Waktu yang Tepat

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dadanya begitu sesak, peluh mengalir dari keningnya, suaranya mulai sesegukan. Malam itu Ziya tampak gelisah. Dia menggigil ketakutan, dia tarik selimut di kakinya dan dia masih menggigil. Bukan karena sakit, namun ada suatu ketakutan dalam hatinya. Kalimat istighar terus terucap dari bibir merahnya. Waktu telah menunjukkan pukul 01.30 dan Ziya masih terjaga. Ziya bertanya dalam hatinya, apa yang sebenarnya dia rasakan sekarang?Dia tampak bingung kenapa dia seperti itu. Dengan menghempaskan selimutnya dia berjalan menuju kamar mandi. Dia mulai membasuh wajahnya dengan air wudhu, dan Ziya tampak tenang setelahnya. Di atas sajadah yang terbentang, dia merindu pada Sang Kekasih. Malam itu menjadi saksi betapa rendahnya dia, air mata mengalir membasahi pipinya.Hatinya bergejolak tangisnya pecah, Ziya terus sujud seraya mengucap takbir. Matanya mulai terpejam sampai adzan subuh membangunkan dirinya.

Sinar matahari menembus jendela kamarnya. Dan Ziya harus bergegas meninggalkan kegelisahannya. Senyumnya tampak tertahan, tertunduk wajahnya dan di buangnya jauh-jauh pandangannya. Seperti biasa aktivitasnya selalu padat. Ziya selalu pulang larut. Sesampainya di rumah dia hanya bisa membaringkan tubuhnya sejenak. Sering sekali dia merasakan sakit di kepalanya. Masalah yang dia hadapi tampaknya bukan masalah yang biasa. Ayahnya yang seorang guru harus pensiun dini karena penyakit jantung yang di derita. Ziya dan keluarganya hidup dari uang pensiun ayahnya dan gaji ibunya sebagai pembuat batik. Dia bingung bagaimana mendapatkan uang 500juta untuk biaya ayahnya berobat. Dia hanya bergantung pada tulisan yang dia buat. Itupun kalau tulisannya di terima oleh penerbit.

Malam itu seperti biasa Ziya sibuk menulis. Dan terdengar samar suara ketukan pintu, dia membuka sedikit pintu kamarnya. Di perhatikan ibunya yang berjalan menuju ruang tamu. Tak lama kemudian, tampak seorang laki-laki dengan baju koko hijau lengkap dengan peci, dia datang bersama seorang laki-laki tua, dan sepertinya dia ayah dari laki-laki tersebut. Ziya memalingkan wajahnya dan kembali fokus pada tulisannya. Tak berapa lama kemudian, ibunya memanggilZiya keluar. Dan dia duduk di samping ibunya. Laki-laki itu lantas melanjutkan percakapan yang sempat terputus tadi. Dan dia mengutarakan niatnya untuk melamar Ziya. Betapa terkejutnya Ziya. Yang benar saja, dia tak pernah mengenal laki-laki tersebut dan kini ingin melamar dirinya. Ibunya hanya tersenyum bahagia. Dan tak lupa laki-laki itu memperkenalkan dirinya. Namanya adalah Muhammad Mirza Ukail. Dia mahasiswi tingkat akhir di salah satu universitas di Alexandria, Mesir. Laki-laki itu mengenal Ziya dari salah satu temannya di Mesir yang ternyata teman Ziya ketika di Madrasah Aliyah (SMA). Ziya tampak kaget dengan kejadian malam itu. Dengan suara lembut Ziya menjawab, dia akan menjawab lamaran dari kak Mirza dalam waktu 3 hari. Setelah sekitar satu jam tamu istimewa itu meninggalkan rumahnya. Ziya kembali ke kamar dan bersandar pada kursi rotan di depan meja belajarnya. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tampaknya lamaran dari kak Mirza menambah lagi masalah dalam hidupnya. Dia berfikir akankah dia menolak lamaran kak Mirza, karena dia ingin merawat ayahnya dan ingin segera menyelesaikan kuliahnya. Tapi akankah dia menolak seorang laki-laki shaleh, cerdas, dan beribawa itu?

Pintu kamarnya terbuka, dan ternyata ibu dan ayahnya datang menemuinya. Ziya terbangun dalam lamunannya. Ziya bertanya kenapa tiba-tiba ayahnya bangun dari tempat tidur. Dan ibunya menjawab, bahwa ayahnya ingin melihat Ziya. Ayahnya mengatakan bahwa, dia sangat bahagia mendengar berita Ziya dilamar oleh seorang laki-laki shaleh. Ayahnya berharap Ziya mempertimbangkan lamaran kak Mirza. Akan tetapi Ziya mengutarakan alasannya kenapa hendak menolak lamarannya. Dan ayahnya memeluknya dengan erat seraya berkata ketika ada seorang laki-laki shaleh datang dan caranya sangat terhormat maka bisa jadi memang dia yang di kirim Allah untuknya. Dan ayahnya mengatakan, bukan berarti ketika Ziya menikah dia tidak bisa merawat ayahnya lagi. Bukan berarti dia akan berpisah dengan ayah dan ibunya. Hanya saja dia akan merawat dan melayani sesorang lagi, yaitu suaminya. Dan ayahnya mengatakan, jikalau Ziya menikah dan harus pergi ke Mesir, ayahnya tak masalah karena ada ibunya yang akan merawat. Tangis Ziya mulai pecah. Ayahnya melepas pelukaanya dan mengusap air mata di pipi Ziya. Ayahnya mengatakan bahwa Ziya harus menyerahkan semua urusan kepada Allah yang Mengatur semuanya. Allah tidak akan memilihkan suami yang tidak baik untuk orag yang baik seperti Ziya, begitu tutur ayahnya.

Malam itu Ziya bermunajat kepada Allah meminta petunjuk, apakah benar kak Mirza adalah jodohnya. Ketika dia terbangun dari tidurnya, wajahnya tampak berseri-seri. Dia mengatakan pada ayah dan ibunya dia akan menerima lamaran kak Mirza.

Pesta pernikahan akan di laksanakan seminggu lagi. Ziya tampak sibuk mempersiapkan semuanya. Para tetanggapun sibuk mempersiapkan hidangan untuk acara walimah. Besok adalah hari yang di nanti-nantikannya. Ziya tidur lebih awal. Dan pagi-pagi sekali Ziya sudah siap untuk di make up, dia terlihat cantik dengan balutan gamis putih dan jilbab silver. Akad nikah akan segera di mulai. Ziya melihat kak Mirza duduk di tengah mimbar pernikahan. Dan di depan mimbar terlihat juga ayah Ziya. Waktu yang di tunggu-tunggu datang. Kak Mirza dengan lantang mengucap ijab. Semua undangan menangis haru bahagia. Ziya yang ada di kamarpun tak tahan menahan haru. Dia memeluk erat ibunya dan berkata. Akhirnya dia menikah.

Tapi apa yang di sangka. Ketika akad baru sajaselesai, ayah Ziya pingsan. Dan suasanapun berubah. Ziya berlari menuju mimbar pernikahan. Ziya menangis,dan berusaha membangunkan ayahnya, namun ayahnya telah tiada. Ziya shock, dan diapun pingsan. Ziya pingsan selama 7 jam. Dan ketika dia sadar, tampak kak Mirza di sampingnya. Ziya tetap menangis, Ziya tak percaya akan semua yang terjadi hari ini. Kak Mirza berusaha menenangkan Ziya. Dan kak Mirza mengatakan bahwa ayah Ziya hendak di makamkan hari ini. Ziya berusaha untuk tegar. Dia berusaha untuk tetap berjalan menuju jenazah ayahnya. Di peluk erat jenazah ayahnya. Di kecupnya kening ayahnya. Dia melihat ayahnya meninggal dalam keadaan tersenyum. Dia berkata, apakah ini yang ayahnya tunggu, melihat Ziya menikah?

Kak Mirza menepuk pundak Ziya. Dan mengatakan bahwa ayahnya harus segera di makamkan. Ketika di pemakaman Ziya tampak lebih sabar dan tegar, disampingnya ada kak Mirza dan ibunya. Kembali lagi Ziya teringat ucapan ayahnya. Bahwa bisa jadi seorang yang datang tiba-tiba itu adalah jodoh yang Allah kirimkan untuknya. Ziya bergumam dalam hati, “Ayah.. kak Mirza memang orangyang ayah tunggu untuk menggantikan ayah menjaga Ziya dan ibu. Terima kasih telah mejadi ayah Ziya. Sekarang Ziya akan merawat ibu dan kak Mirza seperti ayah menjaga Ziya dan ibu”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline