Lihat ke Halaman Asli

Nadia Alya Raissa

Universitas Pendidikan Indonesia

Dampak Sosial Pariwisata terhadap Transformasi Budaya di Pulau Bali

Diperbarui: 13 Maret 2024   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pulau Bali tentunya sudah tidak asing lagi dikenal oleh banyak masyarakat baik mulai dari masyarakat lokal mau pun mancanegara. Dimulai dari keindahan alam dan keunikan budayanya. Di Pulau Dewata ini, adat istiadat asli nenek moyang Indonesia masih terjaga dan terlestarikan dengan rapi. Pulau Bali merupakan salah satu pulau dari lebih dari 17.000 kepulauan yang ada tersebar di Indonesia. 

Provinsi Bali terdiri atas pulau Bali, pulau Nusa Penida, dan pulau-pulau kecil lainnya yang jika ditotal memiliki wilayah seluas 5.632,86 km2 atau sekitar 0,29% dari luas seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat sekitar 4 juta jiwa lebih masyarakat penduduk yang tinggal di Bali, dengan mayoritas sekitar 92,3% masyarakat menganut agama Hindu. Sisanya menganut agama lain yaitu Buddha, Islam, Protestan, dan Katolik. 

Pulau Bali dengan provinsi yang ber-ibukota di Denpasar ini ialah ikon pariwisata Indonesia di mata dunia. Bali dapat dikatakan sebagai daerah pariwisata terdepan dan menjadi pusat pariwisata di Indonesia yang juga sebagai salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di dunia. Para wisatawan bisa mengenal pulau Bali karena Bali memiliki potensi alam yang sangat indah antara lain, mempunyai iklim tropis, hutan yang hijau dan asri, gunung dan pegunungan, danau, sungai, hamparan sawah yang luas serta deretan pantai-pantai indah dengan beragam pasir putih mau pun hitam. 

Selain itu, pulau Bali lebih dikenal juga atas perpaduan alam dan manusia juga adat kebudayaannya yang unik dan masih terjaga, yang berlandaskan pada konsep keserasian dan keselarasan yang telah mewujudkan sebuah kondisi estetika yang ideal dan bermutu tinggi. 

Pertumbuhan sektor pariwisata di Bali tentunya tidak luput menimbulkan dampak sosial yang telah mengubah Bali dalam kurun waktu sekitar 4 dekade terakhir. Apabila dilihat dari sisi positif, terdapat pertumbuhan pesat ekonomi di pulau Bali yang telah mengubah struktur ekonomi Bali yang asalnya agraris menjadi industri jasa. 

Namun, di balik angka-angka pertumbuhan ekonomi tersebut, ternyata ada juga dampak negatif yang ditimbulkan oleh para perilaku wisatawan yang datang ke pulau Bali. Beberapa di antaranya adalah menguatnya paham materialism, kemacetan dan kriminalitas, perubahan gaya hidup, wilayah-wilayah publik yang eksklusif, dan citra-citra bentukan pariwisata Bali. 

Masyarakat penduduk Bali kontemporer ditandai dengan menguatnya motif ekonomi (materialisme, paham yang masuk lewat globalisasi). Melonjaknya jumlah wisatawan yang datang ke Bali telah mengubah masyarakat yang awalnya komunal dan immaterial menjadi lebih individualis dan materialis. 

Hal ini dapat dibuktikan dalam bidang seni, saat ini pertunjukkan kegiatan seni tidak lagi bertujuan untuk mengolah rasa melainkan untuk mendulang emas dan dollar. Padahal, di masa lalu kegiatan menari dilakukan secara sukarela sebagai bakti pada Tuhan Yang Maha Esa dalam acara-acara keagamaan atau acara panca yadnya lainnya. 

Saat ini, dengan melihat ada banyaknya wisatawan yang datang untuk melihat kebudayaan masyarakat Bali, setiap dedikasi bernilai dan dihargai dengan sejumlah uang. Para penari, tukang tabuh, mau pun seniman lainnya lebih memilih untuk mematok harga sebagai imbalan atas jerih payah mereka. Walaupun ekspoitasi yang bersifat bisnis terjadi dalam ranah seni budaya, fakta lain menunjukkan adanya dampak konservasi budaya. 

Dalam perspektif budayawan skulturalis, komersialisasi budaya identik dengan pedangkalan makna, profanisasi dan banalisasi budaya tinggi (Ardika, 2003). Perilaku wisatawan yang terkesan selalu bersedia untuk mengeluarkan uang turut mengubah perilaku masyarakat dan menyebabkan pergeseran nilai dalam masyarakat Bali. Seharusnya penduduk setempat pulau Bali lebih bisa mengedukasi wisatawan yang datang sehingga mereka dapat mengetahui tujuan dan makna aslinya, bukan semata-mata hanya sebagai sarana hiburan dan tontonan saja. 

Persoalan lain yang dapat ditemukan di pulau Bali adalah kemacetan lalu lintas. Para wisatawan yang sedang berwisata di Bali kebanyakan lebih memilih untuk menyewa kendaraan bermotor pribadi. Jumlah wisatawan yang tidak jarang membludak dan ketaatan wisatawan terhadap peraturan lalu lintas yang rendah menimbulkan kemacetan parah. Bahkan masalah kemacetan di Bali khususnya di wilayah Bali Selatan ini sempat menjadi sorotan dunia internasional. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline