Lihat ke Halaman Asli

Hendri Satrio : Komunikasi Politik Ahok Buruk

Diperbarui: 3 September 2016   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”.

Komunikasi Politik adalah Komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi tersebut dapat mengikat semua kelompok atau warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik

Komunikasi politik tidak dapat sembarang dilakukan jika sumber isi pesan politik tersebut belum jelas kebenarannya, apalagi jika komunikannya adalah publik/khalayak bukan hanya individu. Oleh karena itu komunikator yang menyampaikan pesan politik tersebut harus dapa mempertanggungjawabkan perkataannya. Apalagi jika komunikator tersebut adalah seorang pejabat pemerintahan yang seharusnya menjadi contoh teladan yg baik bagi masyarakat. Banyak yang masih menyepelekan etika dalam berkomunikasi termasuk pejabat pemerintah yaitu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok, hal ini terlihat saat Ahok menuduh Rustam Effendi mantan Walikota Jakarta Utara bersekongkol dengan Ihza Mahendra yang juga bakal calon Gubernur DKI Jakarta.

Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai pengunduran diri Rustam Effendi sebagai Walikota Jakarta Utara merupakan bentuk blunder kesekian kali dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Menurutnya, Ahok dalam beberapa kesempatan kerap melontarkan statemen yang berubah-ubah. Terutama sejak kasus reklamasi di Pantai Utara Jakarta dan kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras mengemuka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soal Rustam misalnya, disebut Ahok bersekongkol dengan Yusril Ihza Mahendra yang juga bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Statement disampaikan dalam forum resmi dan disaksikan media massa. Belakangan, Ahok meralatnya dengan menekankan apa yang disampaikan adalah becanda.

“Ahok terlalu sering komentar berubah-ubah, termasuk soal Rustam Effendi ini. Orang yang sudah berusaha bekerja dengan hati tetapi malah dituduh bersekongkol (dengan Yusril),” terang Hendri saat dihubungi Aktual.com, Selasa (26/4).

“Belakangan dia bilang becanda. Ini komunikasi politik yang sangat tidak baik. Apalagi Pak Ahok ketawa-tawa menanggapi hal tersebut,” lanjutnya.

Hendri mengingatkan, blunder serupa sebenarnya pernah dilakukan calon petahana Fauzi Bowo pada Pilkada 2012 lalu. Dimana Foke, sapaannya, pernah ‘menyakiti’ warga Solo dalam suatu acara. Yakni dengan mempersilahkan warga Solo untuk pulang ke kampungnya apabila tidak mengikuti kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Blunder Foke ini membuat elektabilitasnya terus turun tajam, karena statemen demi statemennya yang mengundang kontroversi,” terangnya.

Dari contoh kasus di atas dapat terlihat kurangnya perhatian dan pengetahuan terhadap etika dalam berkomunikasi terutama komunikasi politik. Padahal aktivis politik maupun pejabat pemerintah sepatutnya dan seharusnya menjadi panutan dan teladan yang baik bagi masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline