Memperbincangkan tentang diri seorang perempuan memang menjadi suatu hal yang menarik, ibarat oase yang tak pernah kering. Banyak paradigma negatif yang menyelubungi eksistensi seorang perempuan. Seperti anggapan orang Yahudi bahwa wanita itu hidup dalam satu kutukan yang akhirnya menjadikan perempuan sebagai makhluk yang lemah, tertindas, dan selalu diremehkan.
Lalu, siapakah perempuan itu sebenarnya? Seperti apakah sosok perempuan sejati? Dan apa perannya dalam kehidupan?
Teringat dalam kurun waktu sepersekian tahun, dulu, sempat ada seorang aktivis muda bernama Soe Hok Gie. Tulisan ini agaknya juga terinspirasi dari seorang Gie muda yang mati dalam keadaan berjuang menyuarakan kebenaran. Perempuan pun juga bisa ambil andil dalam kiprah menyuarakan kebenaran.
Tapi kan gerak perempuan terbatas? Aku iyakan saja pernyataan semacam itu. Biarpun terbatas, namun dalam keterbatasan itu perempuan juga bisa berdikari, mengembangkan keterbatasan jadi akses pergerakan dengan cara yang luar biasa. Lihat saja Kartini, kiprahnya dalam memperjuangkan derajat wanita kini sudah menuai hasilnya. Dimana-mana, wanita sudah bisa menujukkan geraknya. Bahkan, kebanyakan sekolah malah yang mengisi penuh adalah murid perempuan. Nah looo … Jelaskan, perempuan juga bisa bergerak dan menggerakkan. Dalam arena pergerakkanpun, Kartini tetap bisa meraih mimpi-mimpinya.
Meskipun Gie dan Kartini adalah dua insan yang berlainan, tapi pemikiran dan pergerakkan mereka menandakan kesamaan tekad. Bergerak dan berjuang untuk kehidupan yang lebih baik.
Seorang aktivis perempuan juga bisa menyulap dirinya bagaikan burung camar yng terbang bebas, berpetualang dengan kepakan sayap mungilnya. Karena ia sadar, hidupnya harus terus diisi dengan ilmu, termasuk ilmu kehidupan. Aku sendiri sebagai penulis masih merasa perlu untuk menjelajahi seluk-beluk kehidupan ini. Juga masih ada banyak hal yang harus dilakukan perempuan dalam kemandirian, agar ia tak hanya berpangku tangan. Namun pada akhirnya, dia juga akan kembali kepada khittahnya, menjadi perempuan lembut yang bersikap keibuan seduai dengan kodratnya.
Sudah saatnya perempuan bangun dari tidur panjangnya dan membuka mata lebar-lebar bahwa laki-laki tak cukup banyak mengerti tentang kehidupan perempuan sebenarnya. Perempuan sejati harus berani menuliskan cerita hidupnya sendiri dan berani berdiri tegak digarda terdepan untuk menyuarakan kebenaran. Perempuan wajib bersyukur atas karunia sensitif yang ada padanya. Jadinya, ia bisa merasai setiap getir kehidupan perempuan sebenarnya. Karena setiap telinga perempuan pasti akan terasa nyinyir pabila mendengar getar tangis dari ngilunya kehidupan perempuan yang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H