lembaga sosial atau institusi sosial merupakan kumpulan norma yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai lembaga sosial, yang didasarkan pada jenis kebutuhan masyarakat, dan sekolah adalah salah satunya dimana individu berkumpul untuk mendapatkan kebutuhan berupa pendidikan (Saat, 2016)
Rasisme dan radikalisme semakin merajalela di lingkungan sekolah , belakangan ini. Sudah ada beberapa kasus yang terjadi di lingkungan sekolah Indonesia antara lain:Salah satu Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta.Seorang pembina Pramuka dari Gunung Kidul mengajarkan kepada anak-anak yel-yel dan tepukan rasis dengan menyebut kata kafir. Seorang guru di SMAN 58 Ciracas, Jakarta Timur dengan inisial Tsmengajak para siswa memilih calon ketua OSIS dari pasangan calon yang berlatar agama Islam. Ia juga melarang siswanya memilih calon non-muslim. Ujaran TS itu disampaikan dalam sebuah grup WhatsApp bernama Rohis 58 (Febria, et al., 2022)
Dari persoalan di atas, jelas bahwa setidaknya sektor pendidikan Indonesia, khususnya sekolah, mulai rentan tumbuh dan berkembangnya paham radikalisme, khususnya di bidang agama. (Fathurrochman & Muslim, 2021)Persoalaan ini disebabkan anak-anak melakukan tindak tersebut karena kurangnya penanaman terhadap rasa cinta tanah air atau nasionalisme. Selain itu, kemunculan paham radikal juga menjadi pendorong dan menurunkan karakter nasionalisme yang berkembang pada anak-anak (Fathurrochman & Muslim, 2021)
Meskipun akar historis radikalisme bersifat positif, namun radikalisme dapat dicirikan sebagai ideologi atau cara berpikir yang memberikan dasar untuk melakukan kejahatan dan terorisme. Dalam dunia pendidikan, kita harus menghindari fenomena kekerasan yang gagal mencapai tujuan pendidikan. Radikalisme dapat muncul dari berbagai elemen pendidikan. Secara umum, fenomena ekstremisme dalam pendidikan ditularkan dari guru ke siswa, dari siswa ke guru, dan dari orang tua/masyarakat ke elemen pendidikan. Berdasarkan catatan harian Bali Post dari 21.68 9.797 gerakan kekerasan di lembaga pendidikan antara tahun 2010 dan 2014 (Placeholder 1) (Bali Post, 14 Mei 2015). Bentuk kekerasan ini dialami oleh siswa dan guru. (Muchis, 2016)
Menguatnya gerakan radikal dalam agama seharusnya dapat diantisipasi dan disikapi dengan cara yang tepat. Hal ini karena radikalisasi agama berpotensi besar untuk memecah belah dan menghancurkan keutuhan Indonesia sebagai negara-bangsa Salah satu upaya untuk meminimalisir dan mencegah berkembangnya radikalisai agama ini adalah melalui pendidikan. (Islam, 2021) Kembali lagi menganalisis dari social learning theory, sikap individu tersebut dipengaruhi oleh lingkungan tempat ia dibesarkan. Karena menurut ilmu sosiologi, tidak ada manusia yang terlahir sebagai rasis ataupun radikal melainkan lingkungan tempat ia dibesarkan yang akan mempengaruhi sikapnya apakah ia akan menjadi seorang rasis atau tidak (Wijaya, et al., 2022) dan tempat bagi para siswa untuk mengeyam pendidikan adalah sekolah, Lingkungan Sekolah merupakan lingkungan yang berpengaruh dan bermakna bagi siswa dalam proses belajar mengajar yang ada di sekolah, baik itu dalam lingkungan sosial maupun lingkungan nonsosial. Lingkungan Sekolah meliputi lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan kampus/sekolah, sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar, media belajar dan seterusnya, lingkungan sosial yang menyangkut hubungan siswa dengan teman-temannya, guru-gurunya serta staf sekolah yang lain. Lingkungan Sekolah juga menyangkut lingkungan akademis yaitu suasana dan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, berbagai kegiatan kokurikuler dan lain-lain. (Sri, 2013) Perhatian utama dalam pendidikan harus difokuskan pada "hidden curriculum" sekolah dan norma dan nilai-nilai yang ditanamkan di dalamnya untuk mencegah rasime dan radikalisme. (Islam, 2021)
Istilah "hidden curriculum" awalnya dipopulerkan oleh Philip W. Jackson dalam bukunya "Life in Classrooms." Di dalamnya, Jackson, seperti dikutip Rakhmat Hidayat, secara kritis mencari jawaban atas kekuatan kunci di sekolah sehingga dapat menciptakan kebiasaan positif seperti keyakinan, perilaku, dan keyakinan (Alamin, Suradika, Bahri, & Fahrudin, 2022)Secara definisi, hidden curriculum melahirkan wacana tersendiri di kalangan pemimpin pendidikan, termasuk dalam menentukan dimensinya. Brenda Smith Myles, Melissa L. Trautman, dan Ronda L. Schelvan menjelaskan bahwa " kurikulum tersembunyi" mengacu pada ini seperangkat aturan atau pedoman yang sering tidak diajarkan secara langsung tetapi dianggap diketahui. (Brenda Smith Myles, Melissa L. Trautman, 2004) Jane Martin menjelaskan bahwa "kurikulum tersembunyi" adalah efek samping dari sekolah yang mencakup pelajaran yang dipelajari tetapi tidak dimaksudkan secara terbuka. (Martin, 1983). Beberapa pendapat mengenai pengertian hidden curriculum yang disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa hidden curriculum adalah kegiatan, situasi, struktur sosial budaya dan proses interaksi sosial yang terjadi baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran yang mentransformasikan nilai-nilai, sikap, nurma tertentu tanpa melalui perencanaan (Islam, 2021)
Dalam pelaksanaanya Kurikulum tersembunyi sebenarnya sangat berpengaruh dalam proses pendidikan. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa kurikulum tersembunyi dapat meningkatkan hasil belajar, meningkatkan spiritual, dan meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik. (Islam, 2021) Oleh karenanya, hidden curriculum juga memberikan manfaat kepada bagi guru dalam memberikan contoh perilaku yang baik kepada peserta didik. Karakter seorang guru berpengaruh kepada peserta didik baik dalam proses pembelajaran maupun di luar kelas. Peserta didik sangat cepat meniru apa yang dicontohkan oleh seorang guru. Karakter yang baik maka akan dicontoh peserta didik dengan baik. Begitu juga dengan karakter yang jahat, maka peserta didik juga dapat mencontoh karakter jahat (Islam, 2021)
Menurut data yang di ambil dari Jurnal JURNAL BASICEDU Volume 6 Nomor 4 Tahun 2022 Halaman 6567 - 6579 Research & Learning in Elementary Education "Peran Guru dalam Pelaksanaan Hidden Curriculum untuk Menumbuhkan Karakter Kebhinekaan Global Siswa Sekolah Dasar" Guru-guru sekolah dasar penggerak di DKI Jakarta rata-rata sudah melakukan penerapan "hidden curriculum" untuk membentuk karakter kebhinekaan global. Hal ini dikarenakan guru dapat melihat dan merasakan bahwa hidden curriculum memiliki tujuan yang sangat bagus, terutama kepada penanaman pembiasaan-pembiasaan siswa tehadap hal-hal baik. Terlebih lagi jika difokuskan kepada karakter kebhinekaan global, penerapan hidden curriculum di sekolah memiliki dampak yang cukup besar seperti menjadikan sikap siswa menghargai teman yang berbeda suku berbeda adat istiadat, agama, dan tempat tinggal, sehingga menjadikan siswa untuk bersatu dan saling bertoleransi. (Sabanil, Sarifah, & Imaningtyas, 2022)
Penerapan hidden curriculum dalam menumbuhkan karakter kebhinekaan global ini diimplementasikan melalui program Profil Pelajar Pancasila berbasis projek. Contohnya di salah satu Sekolah Dasar Penggerak di Jakarta Timur, Program Profil Pelajar Pancasila sudah dilaksankan, yang dimana setiap tahun sekolah wajib melaksanakan 2 proyek. (Sabanil, Sarifah, & Imaningtyas, 2022) Pada semester 1 kemarin siswa kelas I membuat makanan tradisonal sedangkan siswa kelas IV mendaur ulang sampah menjadi sebuah karya.Tanpa disadari penerapan hidden curriculum melalui berbagai macam kegiatan baik di luar ataupun di dalam kelas memberikan dampak positif kepada siswa. (Sabanil, Sarifah, & Imaningtyas, 2022) Hal ini bisa dilihat pada ketiga kegiatan diatas dimana setiap elemen-elemen karakter kebhinekaan global ini tumbuh dengan sendiri di dalam diri siswa seperti adanya toleransi antar teman, mencintai dan mengenal budayanya sendiri. (Sabanil, Sarifah, & Imaningtyas, 2022)
Proses dari pengembangan "hidden curriculum" untuk mendukung penumbuhan dari nilai karakter kebhinekaan global dengan sangat baik yaitu mengintegrasikan ke dalam muatan pelajaran atau program-program sekolah seperti melakukan pembiasaan-pembiasaan positif secara terus menerus, memberikan penugasan berkaitan dengan kebudayaan lokal ataupun internasional, mengadakan kerja kelompok sebagai penguat toleransi dan gotong royong, Sehingga dengan diterapkannya "hidden curriculum" ini akan bisa membantu untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, siswa bukan hanya cerdas dari segi intelaktualnya tetapi juga memiliki karakter yang positif. (Sabanil, Sarifah, & Imaningtyas, 2022)
References