Lihat ke Halaman Asli

Nades Medan (Pong Olin)

Melihat dunia dengan genggaman teknologi

Mbah Marijan, Pergi dalam Damai

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sleman, 1927 lahir seorang bayi laki-laki yang diberi nama Mas Panewu Surakso Hargo yang belakang lebih popiler disapa Mbah Marijan. Ia seorang abdi dalem keraton  Jogyakarta yang semasa dipercaya (dimandatkan) oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tahun 1982 menjadi juru kunci Merapi. Sebagai juru kunci, tugas utama pria berperawakan sederhana nan bersahaja itu adalah memberi perintah kepada warga di seluruh lereng Merapi untuk mengungsi atau tetap menekuni rutinitas mereka setiap kali gunung itu bergolak.

Mas Panewu menerima mandat Sri Sultan dengan baik dan melaksanakannya dengan penuh pengabdian. Itu dia buktikan ketika tahun 2006, para ahli vulkanologi memprediksi bahwa Merapi akan meletus dan memuntahkan lahar panas yang mematikan. Pemerintah menetapkan Merapi siaga, dan rakyat diminta bersiap mengungsi menghindari bahaya, tapi Mbah tetap kokoh bahwa Merapi yang lerengnya telah dia huni puluhan tahun akan aman-aman saja. Dan terbukti, Merapi berhenti mengamuk. Sontaklah Mbah menjadi tenar. Namanya melambung senatero negeri, dan ketenaran itu ditangkap oleh perusahaan produk minuman berenergi untuk menjadikan Mbah bintang iklannya disandingkan dengan olahragawan profesional.

Ketenaran itu tetap membuat dia menjadi sosok yang disanjung karena prediksinya, karena kesetiaannya sebagai seorang abdi dalam keraton. Kepalan tangannya dan ucapan ''roso-roso'' mewarnai layar kaca dan media nasonal dan lokal. Ia tenar dalam keluguannya, ia bersahaja dalam pengabdiannya. Mbah Marijan telah mengambil simpati hati banyak kalangan.

Bulan kesepuluh tahun 2010, adu prediksi antara Mas Panewu dengan para ahli vulkanologi yang bergelar doktor dan master kembali mengemuka di republik ini. Pemerintah mengeluarkan sinyal kalau pertanda bahaya lembali mengamcan. Seruan bersiap mengungsi kembali menggaum ke lereng Merapi. Tetapi Mas Panewu tetap teguh bahwa Merapi akan memuntahkan lahar yang akan mengalir ke lembah tak berpenghuni di lereng Merapi, dan dia tetap berpendapat lokasi tempat huniannya akan aman. Tapi prediksi Mas Panewu meleset. Tuhan berkehendak lain, dan korban akhirnya berjatuhan termasuk Mas Panewu. Ia telah mengakhiri masa hidupnya di lereng Merapi dalam debu panas Merapi. Ia telah pergi ke sisi sang Khalik, semoga disana dia damai dan dari sana dia tetap dalam diam memandang Merapi.

Masyarakat Indonesia telah kehilangan seorang pria bersahaja dan pria polos tetapi berenergi. Masyarakat Indonesia yang telah lama langkah dengan semangat hidup yang setia dalam pengabdian telah diajarkan oleh Mbah Marijan bagaimana hidup bergaul, berhubungan dan bersinergi dengan alam. Karena ia telah perpuluh tahun hidup di lereng Merapi dan disana ia memelihara imannya, keyakinannya teguh bahwa manusia perlu bersahabat dengan alam, dan perlu waspada terhadap alam. Di lereng Merapi ia telah membuktikan kesetiaannya, pengabdiannya dan ketulusannya. Di lereng Merapi ia menorehkan sejarah, melambungkan ketenaran namanya dan disana pula ia mengakhiri hidupnya dalam damai meski mengenaskan. Tapi ia telah meninggalkan kenangan, kenangan hidup seorang laki-laki yang setia, laki-laki yang tetap merendah dalam ketenaran. Ia telah pergi dalam damai, ke sisi Sang Maha Kuasa, Sang Pemilik Kehidupan

Selamat jalan Mbah Marijan. Kau akan dikenang tidak di lereng Merapi, tapi kau akan dikenang oleh bangsa ini, bangsa yang kagum pada kehidupan, kesetiaan dan pengabdianmu. Semoga di sisi Tuhan Mbah tetap damai.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline