Hari - hari ini saya memang terus memantau perbincangan ekonomi para warganet di Indonesia, khususnya setelah trend pelemahan mata uang di dunia juga menjangkiti rupiah (meski dari kemarin hingga hari ini, 7/9/2018 rupiah terus menguat). Yang cukup mengganggu adalah pendapat yang nampaknya sengaja terus didengungkan bahwa semua harga kebutuhan pokok terus naik. Jika melihat data dan fakta di lapangan, jelas bahwa harga naik hanyalah sebuah ilusi.
Sebagai informasi, berdasarkan kurs tengah dollar Jakarta Interbank Dollar Spot Rate (JISDOR) BI, hari ini rupiah menguat menjadi Rp 14.884 / dollar, setelah mengalami level terendahnya selama beberapa tahun terakhir di hari Rabu (5/9/2018) Rp 14.927 / dollar. Bahkan, kemarin (6/9/2018) penguatan rupiah di level Rp 14.891 menjadi yang terkuat di Benua Asia. Anehnya, saya lihat ada saja media online dan para politisi yang coba menghubungkan dollar dengan harga bahan makanan dapur. Dapat ditebak hasilnya "fail", karena nyatanya harga di kebutuhan pokok di pasar normal, tidak terpengaruh.
Kalau menguatnya dollar diikuti langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi (yang memang 70 persennya diimpor) lantas harga bahan pokok naik itu baru masuk akal. Itu karena pasti biaya produksi dari pedagang (transport, mesin, dll) akan naik. Faktanya, Menteri ESDM Ignatius Jonan menegaskan harga BBM tidak akan naik.
Kalau kita mau lihat harga pokok di pasar, mungkin politisi akan kaget, karena hampir seluruhnya harga turun. Berdasarkan data di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) BI, per hari Kamis (6/9/2018) misalnya, harga beras medium per kilogramnya Rp 11.650, turun 3,71 persen dari bulan Januari 2018 Rp 12.100.
Kemudian harga Gula pasir Rp 12.250 atau turun 2,7 persen dari bulan Januari 2018 Rp 12.600. Harga bawang merah Rp 24.900, turun 3,6 persen dari bulan Januari 2018 yang Rp 25.850. Harga Cabai lebih drastis lagi turunnya, untuk yang rawit harga per kg nya Rp 35.400, turun 18,4 % dibanding Januari 2018 yang harganya Rp 43.400. Sedangkan untuk cabai merah Rp 30.350 atau turun 23,16 % dari bulan Januari 2018 yang harganya Rp 39.500.
Terakhir harga telur yang kerap dikatakan politisi harganya selangit, harga per kg nya Rp 24.550, turun 2,7 persen dari bulan Januari 2018 yang harganya Rp 25.250. Bahkan, di beberapa media online diberitakan harga telur sudah normal yaitu berada di kisaran Rp 23.000 /kg setelah sebelumnya pernah melonjak hingga Rp 35.000/kg.
Jadi, sudahlah para politisi, walau saya tidak tahu tentang politik, saya minta hentikan terus menebar ilusi akan harga kebutuhan pokok yang naik dalam rangka politisasi. Kalau dollar naik, barang-barang mewah impor seperti tas Hermes, mobil Ferrari, Porsche, harganya ikut naik itu pasti, tapi kan itu tidak dibutuhkan rakyat banyak. Atau mungkin itu kebutuhan kalian para politisi sehingga kalian merasa terganggu dan menjerit? Who knows.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H