Lihat ke Halaman Asli

Kanibalisme, hukum, dan dosa

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Alkisah cerita,

Pada jaman dahulu kala, ketika monotheisme belum sampai di Kerajaan Rawa, masyarakat Kerajaan Rawa hidup tenteram dan damai. Ucapan mereka adalah sama dengan perbuatannya. Masyarakat Kerajaan Rawa menjalani kehidupan dengan falsafah, "Kebenaran adalah pangkal segala sesuatu".

Kerajaan Rawa memiliki hukum sederhana dan kanibalisme adalah bagian dari hukum kerajaan. Seseorang yang melanggar hukum pertama-tama akan diadili. Bila bersalah baru kemudian dihukum. Hukuman paling berat bagi yang bersalah adalah digantung dan setelah itu dimakan oleh raja.

Selain tenteram dan damai, masyarakat Kerajaan Rawa juga makmur. Rumah-rumah dibangun dengan gotong royong. Ladang-ladang digarap dengan teratur sehingga setiap rumah memiliki makanan yang melimpah dari hasil pertanian dan ternak.

Memakan daging manusia adalah hal yang sangat mengerikan bagi masyarakat Kerajaan Rawa. Karena itu sangat dipantangkan. Bahkan memakan daging kera sekalipun tidak ada yang mau karena bentuknya yang mirip manusia. Raja Rawa sengaja memanfaatkan kengerian itu untuk mengendalikan rakyatnya dan berhasil. Konon, hingga akhir tahun sembilanpuluhan, di bekas wilayah Kerajaan Rawa tidak ada pencuri kecuali anak kecil, orang gila, atau orang asing.

Ketika seseorang dinyatakan bersalah, lalu dihukum gantung dan dimakan oleh raja, seorang saksi dari rakyat akan dipanggil untuk ikut serta memakan si terhukum. Setelah menyaksikan hukuman  tersebut konon para saksi itu menjadi orang-orang yang paling tidak bahagia di antara sesamanya. Mereka menjadi orang-orang yang tertekan, pendiam, dan cenderung menyendiri.

Suatu waktu seorang bangsa eropa, penginjil pertama yang datang  ke Kerajaan Rawa, dihukum gantung dan dimakan oleh raja. Kesalahannya semata-mata adalah karena dia mengajak masyarakat untuk menyembah Yesus yang menurut dia adalah tuhan. Dalam bahasa mereka, kata "tuhan" dan "tuan" adalah satu makna  dan merujuk pada raja. Hukum Kerajaan Rawa menyatakan bahwa  raja adalah satu-satunya tuan (tuhan) yang boleh disembah. Karena penginjil itu mengajarkan ada tuan lain yang patut disembah, maka dia  dinyatakan bersalah dan dihukum.

Penginjil berikutnya, juga bangsa eropa, lebih hati-hati dan lebih cerdik. Dia memilih kata-kata yang erat dengan pertanian sebagai khotbah pertamanya. Dia mengutip kata-kata dari Yohanes 4:35 dan berseru, "Bukankah kamu mengatakan empat  bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi aku berkata kepadamu  lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah  menguning dan matang untuk dituai”.

Setelah mendengar tentang seruan penginjil itu, Raja Rawa bertanya kepada dirinya apakah Kerajaan Rawa juga ikut dalam hal tuai-menuai itu. Kemudian ia pun menjawab sendiri pertanyaannya itu, "Pasti masa penuaian itu ada!". Maka diutuslah seorang suruhan raja untuk menanyakan apakah orang itu tukang kebun atau bukan. Dari situ, penginjil itu kemudian berhasil menyebarkan agama kristen di Kerajaan  Rawa. Setelah itu, tidak ada lagi kanibalisme di Kerajaan Rawa. Sebagai gantinya, mereka belajar dan berbuat dosa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline