Semakin dewasa kita pasti dituntut untuk memilih tujuan hidup, entah itu melanjutkan studi ke perguruan tinggi, memilih mencari pekerjaan atau bahkan menikah langsung dengan seseorang pilihan kita. Semua itu tergantung dengan keputusan yang kita ambil namun disaat teman-teman kita memilih untuk menikah dan melanjutkan hidup bersama pasangannya. Bolehkah kita masih tetap berteman?
Sebenarnya tidak ada yang melarang untuk berteman dengan siapa saja, hanya saja kita perlu tahu batasan berteman dengan yang sudah menikah apalagi dengan teman lawan jenis, sebaiknya kita memiliki batasan agar dapat menghargai pasangannya.
Namun bukan itu yang menjadi pembahasan kita kali ini. Tetapi terkait dengan hubungan pertemanan. Kita mungkin pernah mendengar nasehat "jika berteman dengan penjual minyak wangi meskipun ia tidak memberimu minyak wangi namun kamu masih bisa mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan berteman dengan orang yang pandai besi, bisa jadi percikan api mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, maka kamu tetap mendapatkan bau asapnya yang tidak sedap".
Maksud dari kalimat itu bukan berarti pandai besi itu jelek sedangkan si penjual minyak wangi itu bagus dan keren. Salah besar jika memahaminya seperti itu. Kalimat itu hanya sebuah perumpamaan. Kita perlu melakukan refleksi dan berpikir siapa saja teman kita saat ini. Karena siapa teman-teman kita maka mereka bisa mempengaruhi kehidupan kita. Seperti halnya kita menjalin pertemanan dengan orang yang sudah menikah, ya mereka akan membahas kehidupan rumah tangga mereka ketika sedang berkumpul atau nongkrong denganmu. Saya pun mengalaminya, ketika diajak nongkrong mereka terus membahas kehidupan rumah tangganya. Bukannya tidak boleh, sebenarnya boleh-boleh saja namun tanpa sadar ucapan mereka akan sangat mempengaruhi diri kita yang masih mengejar karier atau masa depan terlebih bisa memasuki pikiran kita secara tak sadar.
Sedikit cerita, saya memiliki teman sekolah yang sudah menikah. Ketika sudah lulus, mereka memutuskan untuk menikah sementara saya masih mengejar cita-cita saya. Kami pun masih menjalin pertemanan saat ini namun saya putuskan untuk membatasi diri dikarenakan hal yang tidak mengenakan dari teman saya. Mereka terus mengajak saya untuk menikah saja karena ujung-ujungnya perempuan akan mengurus dapur. It's okay, tidak apa. Saya pun setuju, namun bukankah perempuan berhak mendapat pendidikan tinggi dan meraih cita-citanya setinggi langit? meskipun nanti ujungnya mengurus rumah tangga juga. Menempuh pendidikan tinggi bukan semata-mata hanya untuk mendapat pekerjaan, namun bisa membuat kita berpikir kritis serta dapat mengajari anak kita menjadi seseorang yang seperti kita atau bahkan lebih. Bukan berarti orang-orang yang tidak berpendidikan tinggi itu buruk, bukan! Sekali lagi balik kepada diri kita masing-masing karena yang menentukan hidup bukan dari orang lain melainkan diri kita sendiri.
Kesimpulan dari artikel ini adalah hubungan pertemanan menentukan kualitas hidupmu. Jika kamu ingin mengejar masa depan bertemanlah dengan orang-orang yang berambisi tinggi untuk mengejar masa depan namun bukan berarti untuk memutuskan hubungan pertemanan dengan yang lainnya ya. Dan sebaiknya menjaga jarak dengan orang-orang yang malas karena mereka akan mempengaruhi kehidupanmu dan membuatmu juga ikut-ikutan malas. So, pilihlah teman yang berkualitas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H