Lihat ke Halaman Asli

Sepucuk Surat

Diperbarui: 20 Juni 2022   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nadalfizahra/11 Maret 2022

__2021, Juni

            Di bawah pekatnya langit malam, terhitung sejak tiga puluh menit yang lalu hujan mengguyur bumi. Semerbak bau tanah senantiasa mengiringi air yang memberikan kehidupan bagi penduduknya. Tak ada lagi gugusan bintang mengampar atap langit. Cahaya rembulan pun tak mau menampakkan diri.  Menghilang sejenak untuk kembali lagi. Hanya sepi yang tersisa. Melebur bersama dengan dinginnya angin yang bertarung dalam balutan kerinduan.

            Di sisi lain, seorang gadis memejamkan mata sambil beradu dengan pikirannya. Terjebak dalam ruang ilusi, merunduk, dan mendekap diri hingga kaki terasa kelu untuk melangkah jauh. Batinnya tersiksa, lidahnya kaku untuk berteriak. Bersua tanpa bunyi adalah pilihan terbaik saat ini. Mengulang kenangan yang tak pernah memperoleh penjelasan dari sang pemilik kisah.

__2020, Februari

            Hujan turun dengan tenang. Mendobrak tanah kering di sepanjang sudut kota. Deru ban motor memecah keheningan malam. Lelaki pengendara berusaha sampai di tempat tujuan dengan selamat dengan kecepatan yang tak biasa. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya. Ceroboh. Tak membawa mantel di tengah musim hujan yang datangnya tak menentu. Benda penting yang seharusnya menjadi pelindung dirinya dan gadis yang tengah bersembunyi di balik punggungnya.

            Lelaki itu menghentikan motornya tepat di sebuah kafe bernuansa klasik. Di sambut dengan alunan lagu friendzone milik Budi Doremi menggema memenuhi ruangan yang sepi pelanggan. Hujan di luar semakin deras dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Dua cangkir cappuccino dan steak telah sampai pada meja di sudut ruangan. Menemani waktu di malam kelabu dengan udara mengalun lembut. Hamparan bintang tak lagi memenuhi atap langit hitam.

             "Kamu beneran gak papa pulang telat, Rei?" tanya Yuki memastikan sekali lagi.

            Rei  hanya bisa tersenyum lebar kepada gadis yang berada dihadapannya, "Apa sih yang enggak buat kamu." Gelak tawa Rei terdengar setelahnya.

__2021, Januari

            Yuki melangkahkan kakiknya duduk di gazebo samping rumah. Tempat kesukaannya selama satu tahun terakhir. Menikmati senja tak pernah terlewatkan keindahannya. Pikiran melayang, tatapan kosong, relung hati bertarung melawan kekosongan jiwa. Ia berkali-kali menghela napas berat. Memejamkan mata seraya menyandarkan punggung pada tiang gazebo. Di tengah asyik dengan dunianya, Yuki merasa seseorang telah duduk di sampingnya. "Lagi sedih ya, Nak?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline