Lihat ke Halaman Asli

Fidel Dapati Giawa

TERVERIFIKASI

Advokat

Metromini Rasa Delman

Diperbarui: 8 Januari 2016   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal paling berkesan buat saya saat naik metromini adalah lutut yang ngilu karena beradu dengan sandaran kursi sebelah depan saya, yang terbuat dari melamin atau plastik yang keras. Tiap kali naik metro mini saya teringat pengalaman SMA saat tiap kali ke sekolah naik bendi (delman) dulu di Lubuk Alung, Sumatera Barat.

Saat naik delman, lutut beradu dengan lutut penumpang yang lain karena posisi jok belakang saling berhadapan. Kalau di hadapan saya duduk cewek cantik adik angkatan senanglah rasanya beradu lutut sambil berlagak ramah tanya alamat rumah. Sedangkan saat naik Metro Mini, lutut alias dengkul saya yang beradu dengan sandaran penumpang di depan saya tak memberi saya alasan untuk beramah tamah dengan penumpang di depan saya, walaupun dia itu penumpang cantik bagaikan artis sinetron.

Kesal dan dongkol aja yang ada sampai tujuan. Dan rasanya lebih kesal lagi mana kala saya mendapat bagian duduk di sebelah dalam (bukan dekat gang keluar masuk penumpang), hmmm lutut makin tersiksa dan rasanya pengen segera turun.

Sesungguhnya, setiap kali naik Metro Mini, saya lebih senang berdiri dari pada duduk. Kecuali penumpang lagi sepi sehingga seorang kita bisa 'kuasai' dua tempat duduk dan posisi duduk bisa miring agar lutut tak 'menabrak" senderan kursi di depan.

Tak cukup hanya menyiksa lutut, suara mesin dan gesekan besi-besi di badan kendaraan juga adalah siksaan tersendiri di Metro Mini. Suaranya lebih gemuruh dari kapal yang dulu sering saya tumpangi setiap kali pulang kampung. Kalau mogok? Jangan lah berusaha meminta kembalian ongkos yang sudah terlanjur terbayar kepada kenek (kondektur). Selain dia akan bermuka masam kadang dia pura-pura sibuk ga karuan kalau kita minta uang ongkos agar dikembalikan sebagian buat lanjutin perjalanan. 'Sama-sama sial nya kita pak' kata kondekturnya tak mau armadanya disalahkan. Jadinya nambah kesel bukan? Makanya saya ikhlaskan ajalah, walaupun belum mencapai setengah jalan menuju tujuan.

Tiga alasan di atas sudahlah cukup bagi saya untuk mengatakan, bahwa sudah sewajarnyalah Metro Mini dicabut ijin operasinya. Usia kendaraannya sudah terlalu tua, sarana di dalamnya tidak nyaman, perilaku awak kendaraannya juga bikin hati jengkel.

Nah, disinilah peran Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama, yaknimengemban misi memanusiawikan para penumpang kendaraan umum di Jakarta sehingga warga dan siapapun yang beraktifitas di Jakarta menjadi betah menggunakan sarana kendaraan umum. Dengan demikian kemacetan pun akan terkurangi. Selanjutnya, marilah kita ucapkan selamat tinggal kepada Metromini. ***

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline