Lihat ke Halaman Asli

Fidel Dapati Giawa

TERVERIFIKASI

Advokat

Tanpa Miyabi, LKS Sudah Merusak Pendidikan Kita

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saat saya sekolah dulu, saya punya LKS (singkatan Lembar Kerja Siswa). Dulu LKS hanya dipake  untuk mencatat hasil-hasil pengamatan yang diteliti baik di laboratorium maupun di sekitar kita. Seingat saya mata pelajaran yang menggunakan LKS adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, baik Fisika, Biologi maupun Kimia.

Seingat saya, dulu LKS saya gambar-gambarnya adalah kodok, burung merpati, kadal serta tetumbuhan. Ada juga gambar manusia berupa sketsa yang memperlihatkan sistem peredaran darah dan sisem pencernaan. Ada pula gambar genangan air yang menunjukkan habitat mahluk hidup. Selebihnya saya tidak ingat lagi. Namun saya ingat persis bahwa tidak pernah ada gambar artis atau bintang porno atau yang sejenis Miyabi di LKS saya dulu. Seandainya ada, mungkin saya akan jadikan LKS itu sebagai alat belajar favorit saya.

Dulu LKS tidak dicetak seperti sebuah buku, melainkan kami difoto copy dari lembar induk berupa stensilan yang kami dapatkan dari guru mata pelajaran. LKS tidak dibagikan sekaligus untuk bahan ajar satu semester melainkan dibagi setiap kali memasuki topik mata ajaran tertentu.  LKS dibagikan seminggu atau beberapa hari sebelum memasuki topik mata pelajaran yang mau dibahas. Dengan demikian bentuknya tidak tebal, melainkan antara 3 hingga 5 lembar per LKS.

LKS sekarang saya lihat dari buku-buku anak saya, hampir semua mata pelajaran memiliki LKS berupa buku yang sudah dijilid. Di LKS terdapat rangkuman topik pelajaran kemudian disusul dengan soal-soal. Padahal di tiap buku mata pelajaran juga sudah ada soal latihan untuk menguji sejauh mana siswa memahami topik pelajaran.

Lalu apa yang merusak dari LKS jaman sekarang? Menurut saya LKS jaman sekarang mubazir. Di buku-buku mata pelajaran sudah ada soal-soal, lalu kenapa mesti ada LKS? Bukankah lebih baik kalau soal-soal yang perlu dibahas disatukan saja dengan buku mata pelajaran? Sering pula antara LKS dengan buku mata pelajaran tidak nyambung sehingga siswa bingung yang mana yang menjadi acuan, buku mata pelajaran ataukah buku LKS? (LKS di sini saya sebut juga sebagai buku karena memang bentuknya seperti buku).

Dulu LKS memang sangat dibutuhkan sebagai alat bantu sekaligus sebagai panduan dalam mengerjakan tugas-tugas laboratorium. Sekarang karena isinya berupa soal-soal dan rangkuman, menurut saya LKS tak lebih sebagai penambah beban dan biaya bagi peserta didik. Fungsi LKS telah berubah dari alat bantu siswa menjadi objek perdagangan sekolah. Motif diadakannya LKS lebih pada fungsi komersil dari pada fungsi pendidikan.

Sekolah, melalui LKS telah menjadi alat perdagangan. Jadi, tanpa gambar Miyabi di LKS yang beredar di Mojokerto, sebenarnya LKS telah lama merusak sistem pendidikan kita. Dari sekian banyak kerusakan, mulai dari sistem penerimaan siswa baru, sistem UAN, adanya klasifikasi sekolah berstandar internasional, serta berbagai sistem lainnya. Sesungguhnya sekolah telah rusak oleh satu hal yakni komersialisasi, salah satunya adalah dengan jualan LKS.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline