Lihat ke Halaman Asli

Fidel Dapati Giawa

TERVERIFIKASI

Advokat

Sandiwara Ancaman Terhadap Rosalina

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entan apa motif dan tujuan sehingga berita tentang ancaman terhadap Rosalina (terpidana/saksi dalam beberapa kasus tipikor terkait nazarudin) perlu diumbar ke pubik.  Berita tentang isu ini diekspose terus berhari-hari, namun melulu mengenai komentar tanpa ada satu pun upaya mengungkap fakta. Yang terjadi kemudian adalah saling tuduh antara pihak yang mewakili kepentingan hukum Nazarudin dengan pihak yang mewakili kepentingan Anas Urbaningrum cs.  Bagi saya perdebatan mereka bagai opera sabun di atas panggung hukum. Mereka yang mewakili kepentingan para pihak ini adalah pengacara-pengacara terkenal dan senior yang seharusnya sudah terbiasa berbicara berdasarkan fakta.

Sejauh yang saya amati dengan menelusur dan membaca berita seputar ancaman terhadap Rosalina, tidak ada fakta yang dibeberkan oleh keduabelah pihak. Padahal seharusnya, fakta-fakta mengenai siapa dan dengan cara bagaimana ancaman itu terjadi sangat mudah ditelusur. Ancaman yang disebut-sebut terjadi saat Rosalina berada di tempat yang penuh pengawasan, yakni di Rumah Tahanan Pondok Bambu. Dalam Rumah Tahanan itu jika ada orang yang ingin berhubungan atau berkomunikasi dengan Rosalina pasti tercatat dan mesti sepengetahuan petugas (sipir) rumah tahanan. Buat apa para pengacara itu sibuk berdebat? Kenapa tidak tanya saja kepada petugas di Rumah Tahanan Pondok Bambu? Bukan tak terpikir oleh para pengacara kondang itu untuk bertanya dan menelusur ke sana, karena mereka adalah orang pintar. Maka hal yang paling mungkin adalah bahwa mereka sedang memainkan peran dan bersandiwara.

Selain para pengacara, tentunya penyidik di KPK pun ikut bersandiwara. Rosalina bagi KPK adalah 'aset' dalam pekerjaan mereka untuk membuktikan dakwaan terhadap Nazarudin dan juga membongkar tindak pidana korupsi yang tekait dengannya. Mereka berkepentingan terhadap informasi dari Rosalina sehingga dengan demikian berkepentingan terhadap keselamatan Rosalina.

Namun KPK tidak juga berupaya melacak siapa aktor dan dalang pelaku ancaman itu. Pihak KPK hanya mengiyakan saja pengakuan (lebih tepat: desas-desus) mengenai adanya ancaman terhadap Rosalina . KPK hanya bersikap pasif dan mengatakan bahwa pengancaman adalah domain polisi. Disini KPK telah bertindak bodoh. Seharusnya KPK berkepentingan dan berkewenangan melacak dan mengungkap si pengancam dengan tuduhan menghalang-halangi penegakan hukum pemberantasan korupsi. Lalu kenapa KPK pasif saja? Jawaban yang mungkin adalah karena KPK juga sedang bersandiwara.

Selain KPK dan para pengacara masih ada lagi aktor sandiwara dalam kisah "ancaman terhadap Rosalina". Dia adalah pemeran pembantu yang melakonkan peran konyol namun senang dan bangga ikut terbawa dalam lakon karena selama menjadi bintang susah kebagian peran. Peran konyol dan bodoh itu dilakoni oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lembaga satu ini muncul bak pahlawan menyelamatkan Rosalina. Bukankah sudah terlambat memberikan perlindungan terhadap Rosalina?

LPSK adalah lembaga yang seharusnya sangat berperan dalam membongkar kasus korupsi. Tapi sayangnya UU tidak memberikan kewenangan padanya mengambil inisiatif untuk melindungi saksi/korban, melainkan hanya dengan permintaan saksi/korban itu sendiri, atau atas permintaan pejabat berwenang. Dengan tata cara pemberian perlindungan yang seperti ini, posisi LPSK hanya mengikuti irama insitusi penegak hukum lain yang sudah  punya otoritas yang kuat terhadap tersangka maupun saksi dalam perkara yang sedang ditangani. Alhasil, dengan posisi seperti ini maka LPSK hanyalah pemeran pembantu dalam proses penegakan hukum. Demikian pula dalam isu ancaman tehadap Rosalina yang susah diterima nalar sehat, peran LPSK hanyalah aktor penyerta.

Anehnya, ada aktor penting yang seharusnya muncul tapi justru dibiarkan jadi penonton. Mereka adalah petugas Rumah Tahanan Pondok Bambu. Mereka seharusnya yang punya kisah dan cerita tentang peristiwa pengancaman terhadap Rosalina tapi media tak pernah memanggilnya naik ke atas panggung. Disamping itu ada lagi aktor-aktor dengan peran diam yakni Menteri Hukum dan HAM yang merupakan kementerian yang membawahi rumah tahanan, kenapa ia tak memeriksa rumah tahanan yang mungkin membiarkan keselamatan tahanan terancam? Tanya..... kenapa??? (mengutip iklan sebuah produk rokok)***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline