Lihat ke Halaman Asli

Fidel Dapati Giawa

TERVERIFIKASI

Advokat

Mau Boikot Pajak? Kenalilah Pajak

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mereaksi kasus Gayus, sekelompok masyarakat menyatakan seruan boikot pajak. Secara hukum hal ini tidak mungkin. Karena hukum memberikan sanksi yang tegas kepada setiap warga negara yang ingkar terhadap kewajiban membayar pajak. Konstitusi menegaskan bahwa pajak adalah iyuran yang dapat dipaksakan oleh negara kepada warga negara.

Namun, dari sisi gerakan sosial, sesuatu yang mustahil atau terlarang di hadapan hukum bisa saja menjadi sah atau dilegalkan. Jangankan sekedar memboikot kewajiban, bahkan kudeta pun dapat menjadi sah kalau kudeta dapat dimenangkan dan kemudian dapat membumikan legitimasinya. Di sini harus dibedakan antara keabsahan secara hukum dengan keabsahan secara politik.

Kembali pada perkara boikot pajak. Di sini saya akan menguraikan hal-hal seputar perpajakan, tanpa mengutip istilah-istilah hukum yang sering kali terkesan berbelit dan susah dimengerti. Dalam tulisan ini, saya akan menguraikan secara singkat tentang berbagai pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah propinsi dan yang dipungut oleh pemerintah daerah Kabupaten dan Kota akan diturunkan pada tulisan berikutnya.

Inilah berbagai iyuran paksa nan sah tersebut yang disetorkan ke kas pemerintah RI:

1. PPh (pajak penghasilan)

Pajak penghasilan ini dikenakan baik atas penghasilan orang pribadi maupun penghasilan badan. Juga, dikenakan atas penghasilan dari gaji maupun penghasilan dari usaha.

PPh yang dikenakan atas gaji seorang karyawan (dikenal sebagai PPh 21) cara pembayarannya adalah melalui pemotongan oleh pemberi kerja (yang membayarkan gaji). Besarnya potongan tiap bulan dihitung dengan mengasumsikan total pendapatan setahun, dikurangi Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) kemudian dibagi 12 bulan. Hal ini berlaku baik kepada karyawan tetap, karyawan harian, maupun pekerja borongan. Menjadi kewajiban pemberi kerja (khususnya perusahaan) untuk  menyetorkan PPh yang telah dipotong. Yang mungkin terjadi adalah adanya manipulasi saat penyetoran oleh pihak yang memotong. Pajak penghasilan dari gaji ini, tidak bisa diboikot oleh karena langsung dipotong oleh pembayar gaji. Jadi, bagi rekan-rekan yang ingin memboikot pembayaran pajak penghasilan dari gaji, lebih baik memeriksa bukti potongnya dan bukti setornya dari pada bercita-cita memboikot.

Bagaimana dengan PPh atas usaha orang pribadi atau badan? Mungkin saja mereka simpati dengan gerakan boikot dan berniat mogok setor. Akan tetapi hal ini bisa saja menghambat usaha mereka. Jika ditunda akan menimbulkan bunga dan denda yang justru memperbesar utang pajak di kemudian hari. Jika tetap diupayakan boikot dalam jangka waktu lama tidak menutup kemungkinan bagi DJP untuk memblokir NPWP sehingga mempersulit kegiatan transaksi usaha, terlebih yang bergiat di bidang ekspor.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPN Barang Mewah

Jenis pajak ini adalah pajak yang aling ulet dan sangat menutup kemungkinan untuk diboikot? Pajak pertambahan nilai biasanya selalu melekat pada barang/jasa yang dikonsumsi. Pengenaan PPN dikenakan saat terjadinya penyerahan barang/jasa, jadi selalu melekat pada objeknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline