Lihat ke Halaman Asli

Nabilla Lynne

Mahasiswa Jurnalistik

MUI Nyatakan Pargoy Haram: Apa Urgensinya?

Diperbarui: 1 Januari 2023   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saya terbelalak di tengah scrolling Instagram, kaget, menerima, tapi juga heran. "Dianggap Memicu Syahwat, MUI Jember Haramkan Joget 'Pargoy'" begitu kalimat yang saya temukan di layar handphone. Berhenti sejenak dan berpikir, pargoy? memicu syahwat? MUI?. Fatwa ini memang ada benarnya karena Islam melarang umatnya menari. Tapi apa perlu spesifik mengatur jenis tariannya? Jika iya, mengapa hanya pargoy yang dilarang?

Setelah melihat-lihat kolom komentar ternyata berita ini memicu pro dan kontra di antara netizen. Sebagian menolak karena menganggap pargoy bukanlah tarian yang erotis dan berpotensi memicu syahwat. Sebagian lagi setuju dan menegaskan bahwa hal ini memang dilarang dalam agama Islam. Ada pun dari mereka yang juga bertanya-tanya hukum bagi jenis tarian lain yang tidak diatur oleh MUI.

Seharusnya hal ini tidak perlu diperdebatkan lagi, jelas dalam Islam memang sudah ada dalil-dalil shahih yang mengatur larangan menari bagi umatnya. Seperti dari dalil Al-Imam Abul Wafa bin Aqil yang mengatakan bahwa joget adalah salah satu bentuk kesombongan dan tercela. Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafi'iyyah juga memakruhkan umat Islam menari karena termasuk perbuatan dana'ah (rendah) dan safah (kebodohan).

Telah jelas di sini bahkan tertera alasan apa yang membuat Islam melarang menari. Saya yakin alasan ini tidak hanya berlaku dalam Islam. Menari secara berlebihan memang membuat seseorang terlihat tidak berwibawa dan terkesan sombong. Namun, apa pun alasanya, jika itu terkait dengan suatu kepercayaan tertentu, sebagai kaum yang menganutnya, kita harus patuh dan mampu menerima konsekuensinya. 

Namun, pada kenyataannya tidak semua orang bisa menerima peraturan tersebut. Terutama dengan adanya media sosial, netizen bisa berkomentar dan mengungkapkan pro kontranya. Jika dilihat kembali mengapa sebenarnya MUI melarang secara spesifik joget 'Pargoy' ini?

Di awal fatwa tersebut MUI menyinggung tentang maraknya fenomena joget 'Pargoy' yang juga kerap ditemukan di berbagai acara di Kabupaten Jember. Parade Sound Sistem, contohnya, viralnya joget 'Pargoy di Jember dikhawatirkan ikut dibawakan di acara ini. Pun Kab. Jember sebagai daerah religius ternyata ingin mempertahankan nilai-nilai agama Islam dalam aspek kehidupan masyarakatnya. Hal ini yang kemudian membuat para ulama resah dan berdiskusi hingga Fatwa Joget "Pargoy" di Kabupaten jember pun keluar.

Di poin-poin selanjutnya Fatwa ini juga menjelaskan tentang gerakan "Pargoy" yang dinilai erotis dan dapat memicu syahwat lawan jenis yang melihatnya. Sebenarnya perihal menari di hadapan lawan jenis juga ada dalilnya dalam Islam. Dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, jilid 3 no. 16638, wanita muslimah diharamkan menari di depan laki-laki yang bukan mahramnya. Pun lelaki muslim, dalam HR. Al-Bukhari 6243, dilarang memandang wanita yang menari di depannya. Hal-hal ini diatur guna menjaga umat Muslim dari zina.

Kini, bukan hanya menari di hadapan lawan jenis, masyarakat bisa menari dan melakukan banyak hal lain dilihat oleh seluruh dunia dengan mengunggahnya di media sosial. Teknologi yang mempermudahnya. Dan bukan hanya perempuan, joget 'Pargoy' juga kerap dilakukan oleh laki-laki. 

Kembali pada nilai-nilai etika, Fatwa ini disebut oleh berita sebagai sebuah peringatan bagi masyarakat dan bertujuan untuk melindungi pemuda dari kerusakan moral. Gerakan yang tidak mencerminkan akhlak seorang Muslim, menodai nilai-nilai kesopanan, moral, dan adat istiadat terutama yang berlaku di Kab. Jember.

Ternyata hal-hal inilah yang menjadi pertimbangan para ulama mengeharamkan joget 'Pargoy'. Namun, terlepas dari apa pun, wajar saja kalau joget pargoy ini dilarang di Jember karena budaya Jember yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islami. Toh, setiap daerah punya budaya dan normanya sendiri. Kalau budaya suatu tempat berbeda dengan tempat lain bahkan bertolak belakang, hal itu bisa saja terjadi dan memang sering terjadi. Seperti joget 'pargoy' ini yang merupakan kearifan lokal warga Sumbar tapi justru dilarang di Kab. Jember itu hal yang wajar dan bisa diterima adanya. 

Pun aturan itu hanya berlaku Kab. Jember saja dan hanya untuk umat Muslim. Yang salah adalah jika aturan itu mulai diberlakukan di seluruh indonesia atas dasar nilai-nilai Islami. Padahal indonesia sendiri merupakan negara demokrasi pancasila bukan negara Islam. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline