Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah, salah satu kekayaan alam yang dimiliki adalah hutan tropis. Dimana hutan tropis Indonesia merupakan terluas nomor dua di dunia yang luasnya kurang lebih 144 juta hektar, didalamnya menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat melimpah yang tentunya sangat berperan penting bagi perekonomian Indonesia sendiri (Zainuddin, 2010).
Pengelolaan sumber daya alam adalah suatu upaya yang berkesinambungan didalam proses pembangunan secara berkelanjutan sebagai usaha dalam mensejahterakan masyarakat, keterbatasan ketersediaan sumber daya alam dapat menjadi masalah yang cukup besar jika dalam pengelolaannya tidak dikoordinasi dengan baik (Hasanusimon, 2010).
Untuk mengelola dan melindungi sumber daya, pemerintah telah menjadikan beberapa wilayah di Indonesia sebagai kawasan konservasi seperti cagar alam, taman nasional, hutan lindung, taman hutan raya dan lain sebagainya. Akan tetapi beberapa upaya ini kerap dianggap gagal, karena masih maraknya kasus kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang cukup mengkhawatirkan hampir disetiap daerah di Indonesia, sebagai contoh eksploitasi hutan. Eksploitasi hutan merupakan pemanfaatan hutan secara berlebihan dan akan berdampak pada rusaknya ekosistem atau kehidupan makhluk hidup didalamnya. Bentuk-bentuk dari eksploitasi hutan sendiri ada beberapa macam, yaitu penebangan hutan dan pembakaran hutan.
Dalam melaksanakan sebuah pembangunan, tidak jarang terjadi eksploitasi yang dilakukan. Seperti pada pembangunan ibukota baru, dikutip dari Ardhansyah (2019) resiko deforestasi terancam akan meningkat apabila kota Kalimantan dibangun menjadi kota yang memiliki luas 40.000 hektar dengan cepat. Pengalihan fungsi lahan menjadi sebuah pemukiman, pertambangan dan perkebunan juga dapat mengakibatkan Kalimantan kehilangan 75% lahan hutan pada tahun 2020.
Sektor kehutanan dituntut memiliki peran baik didalam pembangunan ekonomi maupun pembangunan lingkungan, serta ditujukan untuk memperbaiki sistem pengelolaan hutan agar pembangunan dalam sektor kehutanan dapat terus berkembang secara berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2010-2014. Sektor kehutanan diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja, kesempatan dalam membangun usaha, pendapatan Negara dan perolehan devisa Negara dari segi pembangunan ekonomi.
Dari segi pembangunan lingkungan, sektor kehutanan secara langsung dan tidak langsung berkewajiban untuk mendukung terselenggaranya pembangunan dalam sektor lain seperti pertanian dan pangan, perindustrian, pertambangan dan energy, tenaga kerja, perdagangan, keuangan/perbankan, dll secara berkelanjutan melalui penyediaan produk serta jasa ekologi yang didalamnya termasuk perlindungan keanekaragaman hayari, konservasi dan penggunaan plasma nutfah dan pengaturan sistem air dan udara, serta stabilitas lingkungan (Negara, 2010). Dalam keberjalanannya, RPJMN tahun 2010-2014 ini telah berhasil memperbaiki kerusakan lingkungan hidup melalui kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan.
Sebagai penggerak ekonomi, sumber daya hutan memiliki peran yang dapat dipahami dalam beberapa hal antara lain; sebagai penyedia devisa untuk membangun sektor lainya yang membutuhkan teknologi, sebagai modal awal bagi pembangunan sektor lain seperti perkebunan, industri dan lainya, peran kehutanan selanjutnya adalah sebagai pelayanan jasa lingkunggan hidup dan lingkungan sosial masyarakat. Ketiga bentuk peran ini mengacu pada peranan sumber daya hutan sebagai suatu penggerak ekonomi yang begitu potensial, kompleks terkait. Peran sumber daya hutan sendiri berasal dari sifat produk sumber daya hutan, sebagai contoh kayu adalah produk yang serbaguna, sehingga disetiap industri, kayu selalu berperan dalam semua tahap perkembangan teknologi dan perekonomian. Peningkatan kinerja pada sub sektor kehutanan pada kuartal pertama pada tahun 2020 telah mengalami peningkatan pada kuartal kedua tahun 2021. Peningkatan ini meliputi produksi kayu bulat, produksi hasil hutan bukan kayu, nilai ekspor hasil hutan dan produksi kayu olahan.
Berdasarkan teori yang digunakan dalam kajian ini yaitu teori negara dari Karl Marx. Teori negara tersebut menjelaskan bahwa negara akan terus ada sebagai hasil dari kehidupan manusia itu sendiri. Negara merupakan suatu alat kekuasaan yang digunakan untuk menindas serta menguasai golongan lain akan hilang dan berubah menjadi masyarakat yang tidak bernegara dan tidak mempunyai kelas. Teori negara ini membahas tentang bagaimana masyarakat membentuk negara. Disisi lain, kaum proletar (kaum buruh) tidak memiliki negara karena mereka merupakan kaum yang telah ditindas oleh kaum borjuis-kapitalis. Negara digunakan sebagai alat penindasan oleh kaum borjuis. Menurut Marx negara digunakan oleh kaum borjuis untuk mempertahankan kekuasaan ekonomi dan politik milik mereka. Kaum proletar yang memiliki kedudukan sebagai golongan yang tidak memiliki modal serta alat-alat produksi, tidak memiliki akses terhadap negara dan pada akhirnya golongan ini menjadi terasing dari lingkungan sosial miliknya sendiri (Isabela, 2022).
Teori ini dapat digunakan untuk mengkaji bagaimana sumber daya hutan yang dimanfaatkan oleh kaum kelas atas dan melihat bagaimana kaum yang berada di kelas bawah tertindas. Seperti yang kita diketahui bahwa dalam pemanfaatan sumber daya hutan banyak dikuasai oleh kaum kelas atas dengan melakukan pembebasan lahan, pertambangan, pemukiman dan aktivitas lainnya demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, karena mereka memiliki modal dan juga alat-alat produksi sehingga golongan tersebut memiliki kekuasaan atas masyarakat dengan kela dibawah mereka yang tidak memiliki kekuasaan. Berhubungan dengan teori negara, kajian in melihat bahwapemanfaatan hutan hanya dapat dirasakan oleh kaum kelas atas saja. Sedangkan, kaum kelas bawah hanya merasakan dampak dari eksploitasi yang ada.
Di sisi lain, eksploitasi hutan untuk perekonomian tidak diimbangi dengan pelestarian alam. Negara hanya mengeruk demi keuntungan kaum-kaum tertentu dan seringkali tidak memperdulikan lingkungan. Dalam kurun waktu belakangan, pemindahan Ibukota Negara menjadi isu yang sering dibahas. Hal tersebut berkaitan tentang bagaimana pemerintah memindahkan ibukota dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Negara sebagai penggerak pemindahan ibukota negara diharapkan untuk dapat senantiasa menyeimbangkan antara pembangunan dan pelestarian secara berkelanjutan.
Kajian ini juga akan melihat apakah dengan adanya pemindahan ibu kota negara masyarakat kelas bawah merasa diuntungkan atau tidak. Berbicara mengenai ibukota baru, tentu tak lepas dari adanya masyarakat adat setempat. Hadirnya ibukota bar nantinya akan menarik banyak wisatawan lokal maupun dari mancanegara untuk datang berkunjung. Hal tersebut, tentu akan berdampak pada perekonomian masyarakat adat setempat. Kebudayaan yang ada tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ibukota negara direncanakan akan memiliki peluang ekonomi untuk semua dengan 0 persen kemiskinan di IKN pada tahun 2035, PDB per kapita negara berpendapatan tinggi, dan Rasio Gini regional terendah di Indonesia pada tahun 2045 (Anonim, 2021).