Lihat ke Halaman Asli

Muhamad NabilI Ilham

Mahasiswa Aktif UIN Syarif Hidayatullah

Spiritualitas Terlupakan: Menggali Makna Tasawuf di Tengah Kehidupan Kontemporer

Diperbarui: 14 November 2023   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam merentas lorong-lorong kebijaksanaan tasawuf, sebuah perjalanan spiritual mengantarkan kita pada pintu kekayaan batin yang tersembunyi. Meskipun istilah "tasawuf" tak meramaikan catatan zaman Rasulullah SAW, namun keelokan dan pesonanya merefleksikan corak hidup beliau dan sahabat-sahabatnya.

Tasawuf, sebagai jalan untuk membersihkan hati dari kecenderungan buruk, berfokus pada pemurnian jiwa, penghapusan dosa, dan substitusi perilaku buruk dengan akhlak yang mulia sesuai tuntunan Al-Quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Tujuan puncaknya adalah meraih kesempurnaan akhlak dan mengikuti jejak teladan Nabi.

Sebagai panduan umum, Sayyid Nur bin Sayyid Ali merumuskan enam pilar utama dalam mengamalkan tasawuf:

  1. Menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan batil.
  2. Melepaskan diri dari penyakit-penyakit hati.
  3. Menghiasi diri dengan akhlak Islam yang mulia.
  4. Mencapai derajat ihsan dalam ibadah.
  5. Menstabilkan akidah persahabatan ketuhanan.
  6. Mencapai kekuatan iman seperti yang dimiliki para Sahabat Rasulullah, menjadi sumber inspirasi bagi umat Islam dalam memimpin berbagai aspek kehidupan.

Ibnu Athaillah menegaskan bahwa mempelajari tasawuf merupakan kewajiban mutlak, sebagaimana mempelajari ilmu fikih yang memperbaiki aspek lahiriah. Hal ini menggambarkan esensi tasawuf sebagai ilmu yang memperbaiki batin, seiring keyakinan bahwa keseimbangan internal menciptakan kesempurnaan eksternal.

Dalam pengertian tasawuf, tujuan tertinggi adalah terjalinnya hubungan langsung dengan Tuhan, mengakui keberadaan dalam "hadirat"-Nya sebagai sumber kebahagiaan sejati. Para sufi meyakini bahwa kebahagiaan sejati bersifat spiritual, dan kesejahteraan batin lebih berharga daripada kenikmatan duniawi.

Kesadaran akan komunikasi dan dialog langsung antara ruh manusia dan Tuhan menjadi inti dari tasawuf. Sufi meyakini bahwa isolasi diri dan kontemplasi adalah kunci untuk mencapai hubungan ini. Mereka mengajarkan bahwa sikap dan mental seseorang seharusnya tidak terkait dengan kenikmatan dunia, melainkan diarahkan pada pencarian makna spiritual.

Al-Ghazali mengkritisi ketergantungan manusia pada kenikmatan dan kekayaan sebagai sumber masalah moral. Para sufi ingin memutus ikatan dengan dunia demi mencintai Tuhan. Tasawuf bagi mereka adalah meninggalkan dunia agar Tuhan menjadi bagian dari diri mereka, mencintai Tuhan sambil membenci dunia.

Melalui tasawuf, kita diundang untuk meninggalkan kehidupan dunia demi mendalami cinta kepada Tuhan. Maruf al-Karkhi menyatakan bahwa tasawuf adalah mengambil hakikat tanpa tamak terhadap milik makhluk. Abu al-Husein an-Nuri menegaskan bahwa tasawuf adalah meninggalkan dunia agar Tuhan menyatu dalam diri mereka, sambil mencintai Tuhan dan membenci dunia.

Dalam simpulannya, tasawuf bukan hanya sekadar konsep, melainkan panggilan untuk menapaki kehidupan seimbang antara dunia dan akhirat. Melalui harmoni ini, kita dapat membentuk fondasi kokoh untuk mengarungi gelombang dunia, menggenggam petunjuk Al-Quran dan Sunnah sebagai kompas hidup.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline