Dua kaki melangkah saling beradu, seakan saling berkejaran antara kaki kanan dan kaki kiri. Semakin dikejar, semakin cepat melangkah. Langkah Sri saat itu tergesa-gesa, nafasnya tak beraturan. Ia tak sabar untuk bertemu kakek dan neneknya. Tiba-tiba langkah kaki yang tadi saling berkejaran menjadi perlahan melambat. Dari jauh ia melihat sosok yang sangat dikenalnya.
"Bapak." ucapnya lirih.
Sosok itu semakin mendekat Sri, mata Sri berbinar.
"Apakah bapak tahu berita ini dan tiba-tiba datang untuk bertemu aku?" Sri menduga-duga senang.
Semakin dekat sosok itu, ketika jarak mereka berdua hanya sepelemparan batu, Sri tak mendapati adanya sapaan atau senyuman dari bapaknya itu.
"Ba...pak." ucapnya terpatah-patah. Sosok yang dipanggil itu tak bergeming dan melewatinya begitu saja tanpa menoleh sedikit pun. Seakan ia tak melihat ada Sri disitu.
Hati Sri seakan kepingan kaca yang pecah berkeping-keping.
"Kenapa ya, bapak kok tega tidak menyapaku sama sekali?"
Tak ingin terlalu larut dalam kesedihan, Sri mempercepat langkahnya agar sampai ke rumah.
"Nek, Kek, Sri dapat juara satu lomba qosidahan di sekolah, nih." Teriak Sri sesaat setelah masuk ke dalam rumah.
Kakek dan nenek yang sedang sibuk mengurusi dagangan pun meninggalkan dagangannya sejenak dan menghampiri Sri.