Lihat ke Halaman Asli

Nabila Zahra Nisa

Student majoring in Education

Membangun Dunia, Mempersiapkan Akhirat

Diperbarui: 30 November 2024   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

contoh: antara-dunia-dan-akhirat (sumber: suaraalkhairiyah)

Sebagai manusia, kita sering kali terjebak dalam rutinitas duniawi yang memaksa kita untuk terus berlari mengejar kesuksesan, uang, prestasi, dan kenyamanan hidup. Dalam mengejar semua itu, sering kali kita lupa bahwa ada dimensi lain dalam kehidupan yang lebih penting, yaitu persiapan kita untuk kehidupan akhirat yang kekal. Salah satu hadis yang sangat menarik hati saya dan bisa menjadi pengingat dalam setiap langkah hidup adalah: “Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, berbuatlah untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok pagi.” Hadis ini mengajarkan kita untuk menemukan keseimbangan antara bekerja keras di dunia dan mempersiapkan diri untuk akhirat.

Meskipun hadis ini tergolong dhoif, prinsip yang terkandung dalam pesan yang ada didalamnya sangat sesuai dengan ajaran Islam secara keseluruhan. Banyak ayat Al-Qur'an dan hadis lain yang menekankan pentingnya bekerja keras untuk kehidupan duniawi, tetapi tetap mengingat tujuan akhirat dan mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati. Misalnya, dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi." (QS. Al-Qasas: 77)

Yang terpenting adalah esensinya yang tetap relevan dengan ajaran Islam, yaitu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat, dan itu sangat ditekankan dalam banyak sumber ajaran Islam yang sahih.

“Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, berbuatlah untuk akhiratmu seakan kamu akan mati besok pagi.”  

Hadis ini memang sangat mendalam, karena meskipun mengajarkan tentang pentingnya akhirat, tidak berarti kita harus mengabaikan dunia ini sama sekali. Justru, kita diajarkan untuk berusaha maksimal di dunia, karena dunia adalah ladang untuk kehidupan selanjutnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah akhirat. Di dunia ini, kita diberi kesempatan untuk bekerja keras, mengejar impian, membangun keluarga, berkontribusi untuk masyarakat, dan melakukan banyak hal baik lainnya yang dapat membawa kita pada kebahagiaan dan kesejahteraan. Namun, yang terpenting adalah niat kita dalam melakukan semua itu. Setiap langkah yang kita ambil harus dilandasi dengan niat untuk mendapatkan ridha Allah, karena hanya dengan niat yang benarlah segala sesuatu akan mendapatkan berkah.

Niat adalah fondasi dari setiap tindakan yang kita lakukan. Dalam Islam, niat memiliki peran yang sangat penting, karena Allah tidak hanya melihat hasil dari perbuatan kita, tetapi juga melihat niat yang mendasari perbuatan tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam hadis, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengajarkan kepada kita bahwa apa yang kita lakukan tidak hanya dinilai dari apa yang kita peroleh, tetapi juga dari apa yang ada di dalam hati kita ketika melakukan perbuatan tersebut.

Misalnya, ketika kita bekerja keras untuk mencari nafkah, jika niat kita adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, berkontribusi pada masyarakat, dan menjalani hidup yang halal, maka pekerjaan itu menjadi sebuah ibadah di mata Allah. Bahkan jika pekerjaan kita terasa berat atau penuh tantangan, dengan niat yang baik, setiap usaha kita akan dihitung sebagai pahala. Hal yang sama berlaku dalam aktivitas kita yang lain, seperti belajar, berinteraksi dengan orang lain, atau menjalankan tanggung jawab di rumah.

Namun, untuk menjaga niat kita tetap lurus, kita perlu senantiasa memperbarui dan menjaga kesadaran akan tujuan hidup kita yang sesungguhnya. Tidak jarang kita terjebak dalam rutinitas harian, bekerja keras mengejar tujuan duniawi, hingga terkadang niat kita mulai melenceng. Misalnya, kita mungkin mulai bekerja hanya karena ingin mendapatkan gaji yang lebih besar atau mencapai status sosial tertentu, tanpa menyadari bahwa niat yang lebih tinggi adalah untuk mencari ridha Allah. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mengingatkan diri kita untuk selalu menata niat setiap kali melakukan sesuatu, agar setiap perbuatan kita bisa bernilai ibadah.

Setiap kali kita melakukan suatu tindakan, cobalah untuk bermusahabah pada diri sendiri: “Apa tujuan utama dari apa yang saya lakukan ini?” Jika jawabannya adalah untuk mencari ridha Allah, maka kita sudah berada di jalur yang benar. Jika tujuan utama kita lebih kepada pencapaian pribadi, seperti mencari kekayaan atau pujian, maka kita perlu segera memperbaiki niat kita dan menyesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam agama islam. Dengan begitu, segala aktivitas kita, baik itu pekerjaan, belajar, atau berinteraksi dengan orang lain akan menjadi bagian dari amal yang dapat membawa kita lebih dekat kepada Allah.

Saya ingat pengalaman seorang saudara saya yang sukses dalam menjalankan bisnis bakso. Dalam setiap langkah yang diambilnya, ia selalu menekankan pentingnya memberikan manfaat bagi orang lain, bukan sekadar keuntungan pribadi. Salah satu contohnya adalah bagaimana dia memprioritaskan kesejahteraan karyawan, memastikan mereka bekerja dalam lingkungan yang sehat dan mendapatkan hak mereka dengan adil (maksudnya gaji dsb). Saudara saya ini percaya bahwa dengan niat yang baik dan sikap peduli terhadap orang lain, pekerjaan yang dilakukan akan mendapatkan berkah dari Allah, meskipun pada awalnya dia hanya melihatnya sebagai cara untuk mengembangkan usaha. Ia yakin, jika semua langkah dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan niat yang benar, hasil dari pekerjaan tersebut akan lebih bermakna dan membawa manfaat yang lebih luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline