Lihat ke Halaman Asli

Benarkah Ruang Publik Bukan Tempat yang Aman?

Diperbarui: 3 Januari 2024   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan Siti Nurbaya di sore hari/dokpri

Saat ini media sosial merupakan salah satu media yang tengah gencar melakukan perbaruan, karena penggunanya yang semakin banyak dan minat masyarakat terhadap aplikasi-aplikasi penyampai berita terkini dan juga menghibur, namun sekarang sosial media cenderung lebih sering dijadikan sebagai penyampaian kegelisahan, bahkan kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Dan juga menyampaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan mereka, untuk mengabarkan terkait kejadian-kejadian yang sekiranya bukan lagi dalam ranah yang aman untuk melakukan aktivitas, hal yang sedang ramai dibicarakan saat ini adalah terkait, pelecehan seksual di ruang publik yang biasa di sebut dengan catcalling.

Catcalling sendiri menurut Hidayat dan Setyano (2020) merupakan hal yang nyata dan dapat disaksiakn menggunakan panca Indera, catcalling biasanya dilakukan oleh segerompolan orang yang pelakunya itu lebih sering laki-laki dengan kepada perempuan, tapi tidak bisa diabaikan bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban catcalling. Bentuk catcalling bisa berupa siulan, godaan, ucapan atau perkataan yang dilontarkan seseorang kepada orang lain yang mengandung unsur pelecehan dan biasanya dilakukan di ruang publik.

Salah satu aplikasi media sosial bernama Twitter atau sekarang disebut dengan X, tempat di mana banyak orang menyampaikan keluh kesah mereka terhadap kejadian yang mereka alami, salah satunya ada seorang pengguna Twitter yang mengunggah keluhannya terhadap seorang pria dewasa yang melakukan catcalling terhadapnya saat ia sedang menunggu lampu merah di jalan raya, hal ini membuat banyak orang berkomentar pernah merasakan kejadian yang sama, dan rata-rata mereka menjadi korban catcalling.

Bagi sebagian orang hal ini adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang lain, tapi tindakan ini juga bagian dari perilaku pelecehan seksual, yang lebih mengerikan lagi perilaku ini dilakukan di ruang publik yang merupakan tempat umum, dan tempat banyak orang melakukan aktivitas, saat ini orang tidak hanya takut dengan tempat yang sepi tapi juga pada tempat-tempat yang ramai seperti jalan raya, trotoar dan tempat-tempat yang biasa dilalui oleh masyarakat, sebab catcalling tidak lagi melihat tempat dan siapa saja bisa jadi korban.

Tindakan seperti ini tentunya membuat masyarakat tidak nyaman, bahkan kebanyakan pelaku catcalling adalah para pekerja lapangan seperti oknum kuli bangunan, oknum supir angkot dan lainnya, mereka yang merupakan orang dewasa tidak bisa berpikir bagaiamana tindakan seperti itu bisa membuat orang lain tidak merasa nyaman. Dan ini menjadi pertanyaan yang besar, apakah ruang publik yang dikelilingi banyak orang, bukan lagi tempat yang aman bagi korban catcalling?

Survey yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) dalam Program Power to Youth yang didukung oleh Rutgers Indonesia tentang Pelecehan Seksual di Ruang Publik semasa Pandemi Covid-19 tahun 2022 di Indonesia membuktikan bahwa terdapat (67%) pelecehan yang dialami berbentuk siulan/suitan, (31%) komentar atas tubuh. (29%) komentar seksis/seksual, dan (24%) diklakson. Dan disimpulkan ternyata 4 dari 5 perempuan di Indonesia mengalami pelecehan seksual di ruang publik, lalu 3 dari 10 laki-laki di Indonesia mengalami pelecehan seksual di ruang publik.

Ini merisaukan bagaimana bisa ruang publik yang seharusnya jadi tempat eksplore diri malah menjadi tempat yang menakutkan bagi sebagian besar orang, tidak adanya kesadaran diri yang memaksa pelaku menghentikan sikap mereka, adanya anggapan bahwa pelecehan seksual hanya berupa kontak fisik antara pelaku dan juga korban yang dilakukan secara paksa. Padahal pelecehan seksual itu sangat luas sekali bentuknya, hal-hal yang dianggap sederhana seperti bersiul itu mendapatkan persentase yang sangat tinggi, hal ini membuktikan bahwa tidak ada rasa aman dan nyaman saat berada di ruang publik.

Bagaimana sikap yang harus dilakukan pemerintah terhadap kasus seperti ini, dengan cara apa permasalahan catcalling ini bisa di atasi. Berdasarkan survey lanjutannya ruang publik seperti taman atau jalanan umum menjadi tempat yang paling banyak terjadi kasus pelecehan seksual catcalling, sebanyak (70%), Kawasan umum (26%) transportasi umum (23%), toko, mall dan pusat perbelanjaan (14%) dan tempat kerja (12%) betapa menakutkannya, hampir di setiap tempat yang penting di kehidupan masyarakat catcalling ini terjadi.

Kemanapun masyarakat pergi, seolah tidak ada lagi tempat yang aman untuk mereka melakukan kegiatan, jika terus seperti ini kasus catcalling bisa berdampak pada kasus permasalahan mental dan rasa takut untuk melakukan kegiatan di luar ruangan, sebab jaminan rasa aman dan nyaman sudah tidak ada lagi, penting bagi pemerintah dan organisasi masyarakat mengenalkan dan kembali mengedukasi bahwa catcalling merupakan bagian dari pelecehan seksual, ganjaran hukuman bagi pelaku juga harus ditegakkan untuk memberi efek jera pada mereka yang melontarkan kata-kata yang tidak pantas ataupun perbuatan yang membuat korban catcalling merasa tidak aman dan nyaman.

 Oleh Nabila Yumedika Shanda (2210721002)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline