Minggu, 12 November 2023
Memulai perjalanan lintas provinsi sejak Senin 3 Juli 2023, saya bersama keluarga berangkat dari Padang menuju Lampung untuk mengunjungi sanak saudara. Ini bukanlah perjalanan pertama saya menuju Lampung, sebelumnya saya pernah ke sana untuk menghadiri resepsi pernikahan kakak saya pada 2020 silam. Berbeda dari sebelumnya, perjalanan kali ini kami lakukan menggunakan mobil.
Tetapi pada kesempatan ini saya tidak akan menceritakan mengenai bagaimana perjalanan yang kami tempuh menuju Lampung. Lalu bagian mana yang akan saya ceritakan? Untuk mengetahuinya, saya harap anda semua bisa menikmati cerita perjalanan yang saya sajikan di bawah ini.
Tepat hari Selasa tanggal 4 Juli 2023 sekitar pukul sebelas-an, kami sampai di Desa Marga Batin, Lampung Timur. Perjalanan memakan waktu yang cukup lama, karena kami memutuskan untuk bermalam di Linggau terlebih dahulu. Singkat cerita, kunjungan ke rumah sanak saudara tersebut hanya dilakukan satu hari. Hal ini dikarenakan jumlah cuti yang dimiliki oleh kakak saat itu sangat terbatas.
Keesokannya, tanggal 5 Juli 2023 setelah sarapan pagi bersama, kami sekeluarga memutuskan untuk memulai perjalanan kembali menuju Padang. Suasana haru menyelimuti kami semua. Terdapat sebuah perasaan yang biasa hadir ketika kita akan mengalami fase terberat, yaitu perpisahan.
"Tinggalah untuk beberapa hari lagi." ujar seorang bapak, yang saya sebut dengan sebutan Pak Lik. Kami hanya bisa menyayangkan dan berdo'a semoga kami diberikan kesempatan untuk berkunjung kembali. Setelah adegan yang cukup mengharukan tersebut, kami sekeluarga pamit dan memulai perjalanan melewati jalan yang sama seperti saat kemarin kami menuju desa ini. Keadaan desa yang masih asri dengan pemandangan hamparan sawah dan sejumlah perkebunan, seperti kebun karet, sawit, dan lainnya.
Masih dalam perjalanan pulang, kami memutuskan untuk menuju Palembang melewati jalan tol. Kami masuk dari pintu tol Bakauheni menuju Palembang dengan total tarif kisaran 300 ribuan. Setelah menempuh sekitar 240 KM dengan waktu kurang lebih 4 jam, kami sampai di Kota Palembang.
Inilah yang menjadi topik dari tulisan saya kali ini. Sedikit pengantar, saat perjalanan pergi pun kami juga melewati Palembang, tetapi tidak sempat untuk mampir kemana-mana karena keterbatasan waktu yang dimiliki. Saya pribadi berkeinginan dari rumah untuk bisa mengunjungi ikon dari masing-masing daerah yang nantinya akan saya lewati. Seperti halnya yang kita ketahui bahwa Palembang memiliki salah satu ikon ternama, yaitu Jembatan Ampera. Saya sangat ingin untuk mengunjungi jembatan tersebut, karena ingin merasakan langsung bagaimana euphoria saat melewatinya.
Jembatan Ampera, yang telah menjadi lambang kota, terletak di tengah-tengah Kota Palembang. Menghubungkan daerah Seberang Ulu dan seberang Ilir yang dipisahkan oleh Sungai Musi. Saya pernah membaca bahwa Jembatan Ampera dibangun pada tahun 1962 dengan biaya pembangunan yang diambil dari perampasan perang Jepang.
Nama Ampera merupakan singkatan dari "Amanat Penderitaan Rakyat". Awalnya, jembatan ini sempat diberi nama Jembatan Soekarno, sebagai bentuk penghormatan kepada jasa Soekarno pada saat itu. Namun, presiden Soekarno kurang berkenan karena tidak ingin menimbulkan tendensi individu tertentu. Dari hasil bacaan saya, struktur bangunan jembatan Ampera dijelaskan sebagai berikut: 1). Jembatan Ampera dibangun dengan panjang 1,117 meter dan lebar 22 meter 2). Tinggi jembatan Ampera adalah 11,5 di atas permukaan air, sedangkan tinggi menara mencapai 63 m dari tanah. 3). Antar menara memiliki jarak sekitar 75 meter dan berat jembatan berkisar 944 ton.