"Betapa galaunya hati seorang perempuan cukup umur apabila menerima sebuah undangan pernikahan. Berharap suatu hari nanti akan ada namanya dan nama seseorang yang diam diam didoakannya bersanding dalam sebuah undangan pernikahan juga."
"Wah Kar. Quote-able banget tuh."
"Lah iya. Kamu gak liat tuh ekspresi Mawar (bukan nama sebenarnya) tiap nerima undangan. Mupeng gitu. Kan aku jadi terinspirasi bikin kalimat itu, Lan. "
"Ya ampun Kar, Mawar emang begitu kan yah mukanya. Gak berubah. Sayu sayu manja."
"Eh beda kali Lan. Duh kamu harus liat deh. Kamu sih gak seruangan sama dia."
Ini Kara yang bilang. Bahwa muka Mawar selalu berubah mupeng tiap nerima undangan kawinan. Bekerja di kantor yang 80% karyawannnya perempuan muda, sudah barang tentu undangan kawinan rajin menghampiri apalagi di musim kawinan seperti sekarang. Namun apa daya jika jodoh yang diharapkan tak kunjung datang.
"Eh Kar, bukannya Mawar udah punya Diyon (juga bukan nama sebenarnya) ya?" Ujar saya sambil mencomot dimsum dengan sumpit.
"Hahaha, apa Lan? Diyon? Diyon yang itu maksud kamu? Hhm entah. Maju mundur jelek tuh si Diyon. Gak jelas maunya apa."
"Tapi saling cinta kan mereka? Orang juga taunya mereka udah mau married tahun ini." Sekalian saya mengkonfirmasi gossip yang belakangan marak berkembang.
"Love is never enough, Lan. Bagiku sih, entah ya bagi Mawar dan Diyon. Harusnya cinta aja gak cukup. Ini nikah loh bukan pacalan. Apalagi adek-kakak an. "
"Aku setuju sih sama kamu. Nikah itu kan buat seumur hidup. Ibarat grafik pasti ada masa turunnya. Nah kalo cinta udah low gimana? Yakali nikah ada break, cuti, atau tanggal merah. Kan kagak. "