Lihat ke Halaman Asli

Untuk Ayah yang Ditelapak Kakinya Mungkin Tak Terdapat Surga

Diperbarui: 8 Oktober 2016   07:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sinar pagi melukiskan waktunya di penghujung subuh.

Mentari mengetuk lelapnya seorang lelaki.

Ia berbegas menyambut pagi, 

Walau peluh masih menyelimuti tubuh rentanya. 

Ia bergegas memompa diri, mendaki pundi-pundi terjal.

Hanya untuk menjamin kecerahan masa depan keluarga.

Hari demi hari, sang lelaki menunggangi beratnya hidup.

Menepis semua air mata hanya demi melihat sebuah senyuman pada sang buah hati.

Saat senja pulang, ia pulang dengan basuhan keringat.

Sang anak mengeluh, jua sang istri. Tapi tidak dengannya.

Ia berdiri tegak dan tersenyum, seakan-akan laranya melebur begitu saja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline