Tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi digital dan internet, membuat generasi milenial sangat lekat dengan sosial media. Dilansir dari We Are Social, menjunjukkan bahwa remaja Indonesia paling banyak menggunakan internet dibandingkan kelompok usia lainnya. Ini terlihat dari tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun yang mencapai 99,16% pada tahun 2021-2022. Penggunaan sosial media biasanya mereka manfaatkan sebagai sarana komunikasi, platform mencari berita, pekerjaan content creator dan lain sebagainya. Dengan adanya sosial media, membuktikan bahwa sosial media berhasil menghapus jarak antar individu dan mampu mempersingkat waktu dalam melakukan komunikasi.
Sosial media sering kali menjadi tempat untuk mengungkapkan pendapat dan perasaan. Sehingga sosial media dikenal sebagai media yang bebas. Dalam arti, di sosial media siapa pun dapat dengan bebas untuk membagikan apapun yang mereka inginkan. Mulai dari berbagi cerita tentang kehidupan sehari-hari, membuat konten hiburan, membangun bisnis, mencari ilmu, sampai memperluas relasi dengan orang lain. Semua hal tersebut dapat kita bagikan dengan mudah tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.
Meskipun semua orang bebas berekspresi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, terkadang ada oknum yang menyalahgunakan kebebasan tersebut. Tidak jarang juga banyak kejahatan terjadi yang berawal dari sosial media. Oknum yang menyalahgunakan kebebasan sosial media, biasanya segaja ingin membuat kerusuhan, seperti penyebaran kebencian, penyebaran hoaks, penipuan dan berbagai tindakan kejahatan lainnya. Sehingga sebagai generasi milenial harus tau bahwa dalam menggunakan sosial media juga ada batasnya. Hal ini karena masa depan bangsa Indonesia ada di tangan mereka.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh generasi milenial dalam bersosial media. Pertama, tidak melakukan ujaran kebencian kepada orang lain. Ujuran kebencian melalui sosial media adalah suatu tindakan, baik dalam bentuk perkataan maupun tulisan yang dapat menyinggung orang lain. Dalam KUHP, ujaran kebencian berupa tindakan penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong. Apabila ada warga Indonesia yang merasa menjadi korban dapat melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian. Oleh karena itu, semua hal yang mau diunggah di sosial media harus dipikirkan bak-baik apa saja dampak yang akan terjadi.
Kedua, tidak menyebarkan informasi yang hoaks. Apabila kita mendapatkan informasi yang kebenarannya belum pasti, jangan ikut menyebarluaskan dan informasi tersebut harus berhenti di kita. Hal ini karena penyebaran informasi melaui sosial media sangat cepat dan hanya dengan waktu yang singkat. Jangan sampai karena informasi hoaks yang kita sebarkan justru dapat merugikan banyak pihak di luar sana. Ketiga, tidak mencuri konten milik orang lain. Dalam bersosial media, kita harus mengetahui etika untuk menulis sumber dan meminta izin apabila ingin memposting ulang konten milik orang lain. Hal ini kita lakukan untuk menghargai usaha pemilik konten dalam membuat konten tersebut.
Sebagai generasi milenial, tentu memiliki hak dan kebebasan untuk berekspresi. Namun, jangan jadikan kebebasan tersebut untuk melakukan hal yang dapat merugikan orang lain. Dengan demikian, sosial media dapat memberikan dua dampak, yaitu positif dan negatif. Kita dapat memilih ingin menyebarkan dampak yang positif atau justru negatif. Semua itu ada di tangan kita sebagai generasi milenial yang harus bijak peraturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H