Hidup tak selamanya tentang nasib baik dan buruk. Namun bagaimana jika hidup selalu tak memihak padamu? Hingga yang kau dapati hanyalah rasa keputusasaan sebagai teman hidupmu. Setidaknya akan ada harapan bagi nasib baik yang akan datang dikemudian hari, tapi akankah hari itu tiba?.
Kalimat-kalimat tersebut selalu terngiang-ngiang dalam pikiran seorang lelaki berumur 29 tahun itu. Selama hidupnya ia merasa bahwa tak ada satupun nasib baik yang menghampirinya. Jangankan untuk menghampiri, untuk lewat sepintas saja bahkan tidak pikirnya. Sepertinya pemikiran-pemikiran tersebut telah mengakar pada pemikirannya.
Sejak kecil dia memiliki impian untuk mendapatkan sebuah medali, piagam, serta piala-piala yang dapat dia pamerkan dalam lemari kaca di rumahnya. Dia pun mengikuti seni bela diri taekwondo. Setiap harinya dipenuhi dengan latihan dan latihan, berkat ketekunannya itu pria yang masih berumur 9 tahun itupun siap untuk mengikuti turnamen bela diri. Inilah awal mula tentang pemikiran nasib buruknya itu, sebelum turnamen diadakan dia berlatih dengan lebih giat dari biasanya dengan harapan akan memenangkan piala pada pertandingan bela diri yang diikutinya. Karena terlalu bersemangat dalam latihan, dia mengalami sedikit kecelakaan pada kakinya. Kakinya terkilir sehingga dia harus menahan rasa sakit akibat kecelakaan tersebut.
Akhirnya dia tak dapat mengikuti turnamen itu dan hanya bisa melihat pertandingan dari bangku penonton. "tak apa, kau masih bisa ikut ditahun yang berikutnya." Ucap salah satu pelatih yang sedang menghibur anak lelaki disampingnya. "yaa, tahun depan aku akan berdiri di arena itu dan pulang membawa piala." Sahut sang anak. Ia pun tersenyum dan berharap bahwa akan ada keberuntungan untuknya kelak.
Tahun pun berganti, pria kecil yang sudah berumur 10 tahun itu siap untuk mengikuti turnamen dan membawa pulang pialanya. Nasib tak juga berpihak padanya, dia harus menelan kepahitan bahwa keberuntungan masih belum ada dipihaknya kala itu. Sudah beberapa kali pertandingan yang dia ikuti tetapi masih juga piala itu berada pada tangan orang lain.
Dia pun kesal dan bertanya pada pelatihnya, "padahal aku sudah berlatih sekuat tenaga, aku juga sudah mengikuti pertandingan ini beberapa kali, kenapa masih belum bisa menang? Apa tidak cukup latihan yang selama ini aku jalani?." Dengan tenang sang pelatih pun menjawab pertanyaannya, "tidak, kau sudah melakukannya dengan giat, tidak ada yang salah dari itu, mungkin keberuntungan belum berpihak padamu, yang perlu kau lakukan hanya bersabar dan terus berlatih."
Sayangnya dia tak mendengarkan saran dari pelatihnya dan memutuskan untuk berhenti berlatih lagi. Lalu dalam hal apapun dia selalu mengalami nasib yang buruk bahkan dalam hal percintaan. Baru-baru ini dia dipecat dari pekerjaannya dengan alasan bahwa kinerjanya turun dan dia tak dapat menyaingi rekan-rekan sekantornya bahkan untuk berada pada posisi yang sama pun tidak, padahal itu semua hanyalah alasan karena sebenarnya mereka memecatnya untuk menggantikan posisi pria tersebut dengan orang lain mungkin terdapat persekongkolan disana.
Dengan wajah yang kusut dia duduk di sebuah taman kota, dan akhirnya melampiaskan amarahnya pada sebuah botol yang berada didalam genggamannya "aaahh sial..." sambil menghempaskan botol ke tanah. Anak kecil yang sedang bermain di taman tersebut berhenti dan bertanya pada lelaki itu. "membuang sampah sembarangan itu tidak baik loh om" ucap anak lelaki tersebut, "masih kecil mau ceramahin orang tua, pergi sana" jawabnya ketus. "aku udah gede om, bentar lagi smp, jadi bukan anak kecil lagi." pria itupun mulai kesal dan meminta anak tersebut untuk segera pergi "mau tau aja urusan orang tua, aaa kenapa sial terus si, ketemu ini anak makin kesal aja, tidak ada untungnya hidup."
Sang anak pun terdiam kemudian memperhatikan lelaki tersebut, "om lagi kena apes ya?, yaa setidaknya om masih beruntung punya kaki yang lengkap, dan bisa berjalan tanpa bantuan tongkat." Seketika lelaki itupun mengalihkan pandangannya pada anak kecil yang berdiri dihadapannya, betapa terkejutnya dia ketika melihat kondisi anak tersebut berjalan menggunakan tongkat. "kenapa itu kakimu?" tanyanya. "oh.... Ini karena aku mengalami kecelakaan om 3 tahun yang lalu, jadi kakiku ini diamputasi karena tertimpa motor yang dikendarai ayah, kalau gitu aku pulang duluan ya om, om jangan buang sampah sembarangan lagi loh hehe".
Setelah anak itu menjauh dari pandangannya, dia pun berpikir bahwa masih ada hal yang patut ia syukuri dalam hidupnya. Ia pun menyadari bahwa apa yang telah terjadi selama ini didalam hidupnya harus disikapi dengan pemikiran yang positif dan menaruh harapan bahwa masih ada hari esok yang harus diperjuangkan untuk menjadi lebih baik dari hari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H