Lihat ke Halaman Asli

Nabilah Salma Tsurayya

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga PGMI 21104080028

Fenomena Masyarakat Desa Banjaran Kabupaten Jepara yang Lebih Prioritaskan Kerja daripada Pendidikan Tinggi: Apa Implikasinya?

Diperbarui: 4 Maret 2024   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : https://www.canva.com/

Di tengah-tengah panorama perkembangan pendidikan tinggi yang semakin pesat, sebuah fenomena menarik muncul dari kawasan pedesaan, tepatnya di daerah tempat saya tinggal yaitu di desa Banjaran kabupaten Jepara. Seperti masyarakat desa pada umumnya, di mana pendidikan seringkali dianggap sebagai "langkah tambahan", lebih cenderung memilih untuk bekerja daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Fenomena ini juga terjadi di Desa Banjaran, sebagian besar dari masyarakatnya lebih memilih bekerja daripada melanjutkan Pendidikan ke jenjang perkuliahan. Meskipun terasa kontrast dengan tren global, fenomena ini memunculkan pertanyaan mendalam tentang nilai-nilai lokal dan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat di desa tersebut.

Menelusuri Akar Fenomena Ini

Menyusuri dukuh-dukuh di Desa Banjaran, pola yang sama terlihat: penduduk muda cenderung beralih ke pekerjaan atau usaha mandiri setelah menyelesaikan pendidikan menengah. Alih-alih mengikuti arus pendidikan tinggi, banyak di antara mereka yang memilih untuk membantu keluarga mereka, mencari nafkah sendiri, atau mengejar kesempatan ekonomi yang lebih langsung.

Melanjutkan Pendidikan tinggi masih dianggap membuang-buang uang, dikarenakan banyaknya kampus-kampus yang Uang Kuliah Tunggal (UKT) per semesternya masih dinilai tinggi. Sedangkan apabila melanjutkan ke dunia kerja, mereka dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah yang sedikit banyak membantu perekonomian keluarga.

Mengapa Prioritas Kerja Lebih Tinggi dari Pendidikan?

Beberapa faktor mendasar dapat diidentifikasi dalam menggambarkan mengapa masyarakat desa cenderung memprioritaskan kerja daripada pendidikan tinggi:

1. Kebutuhan Ekonomi Mendesak:

   Bagi banyak keluarga di desa, kebutuhan ekonomi sehari-hari memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada pendidikan tinggi yang memerlukan investasi waktu dan uang yang signifikan. Menyambung hidup sehari-hari menjadi fokus utama.

2. Keterbatasan Akses dan Sumber Daya:

   Di desa tempat saya tinggal tersebut seringkali memiliki akses yang terbatas terhadap institusi pendidikan tinggi dan kurangnya sumber daya yang dibutuhkan untuk mengejar pendidikan lebih tinggi. Hal ini bisa mencakup akses terhadap informasi, transportasi, dan fasilitas pendukung. Bahkan di Kabupatennya sendiri jumlah perguruan tinggi masih terbatas meskipun tidak bisa dibilang sedikit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline