Setiap hari ada banyak berita yang bermunculan untuk melaporkan berbagai situasi yang ada. Dibalik munculnya berita tersebut ada wartawan yang bekerja keras dalam membuat berita tersebut. Dalam proses pembuatan berita, wartawan harus terjun ke lokasi kejadian yang ada lalu melaporkannya kepada masyarakat. Maka dari itu wartawan mempunyai peran yang penting untuk negara dan masyarakat.
Namun dibalik kerasnya mencari berita wartawan tidak hanya di dominasi oleh para laki - laki, tetapi juga perempuan. Tidak sedikit perempuan yang memutuskan untuk mengabdi menjadi pencari berita yang jujur. Sayangnya, hal tersebut tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Karena faktanya tidak sedikit wartawan perempuan yang menjadi sasaran bahan kekerasan. Persoalan yang dialami wartawan perempuan ketika sedang berada dilapangan yaitu ketikdak adilan, gender, pelecehan, sampai bahaya psikis dan fisik.
Kata online berarti berhubungan dengan internet secara garis besar. Perkembangan teknologi semakin hari juga semakin canggih dan pengguna semakin bertambah banyak. Pada saat ini internet bisa di akses dari mana dan kapan saja asalkan memiliki koneksi.
Tidak sedikit wartawan perempuan yang mendapat perilaku kurang pantas ketika berada di dunia online. Para perempuan tersebut mendapatkan perlakuan seperti ancaman penyerangan seksual, ancaman guna merusak reputasi, melecehkan melalui pesan pribadi, ataupun melontarkan bahasa kasar.
Dalam kondisi tersebut bisa disimpulkan bahwa jurnalis wanita juga membutuhkan perlindungan ketika sesuatu yang buruk menimpanya. Perempuan yang sedang tidak berada di depannya saja terkadang masih memiliki peluang untuk di judge melalui media sosial. Hal tersebut membuktikan bahwa kurangnya moral yang tertanam dari pribadi masing-masing. Masih banyaknya orang yang kurang bisa menerima kekurangan orang lain. Padahal menjadi wartawan itu tidak mudah, begitu pula dengan menjadi perempuan. Jadi, menjadi wartawan perempuan seharusnya menjadi suatu kehormatan untuk setiap individunya. Para pelaku yang melakukan tindakan tercela melalui sosial media harusnya jerah dan berhenti untuk tidak melakukannya lagi.
Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan melaporkan, supaya korban yang terlibat bisa segera mendapat pertolongan dan keadilan bisa segera ditegakkan. Mendorong media untuk menggunakan etika (kode etik) pemberitaan saat menulis kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti tidak menyebutkan nama korban (terutama jika dia masih hidup) atau informasi pribadi korban (misalnya desa, tempat tinggal, sekolah atau tempat kerja). Jika Anda tidak memublikasikan foto korban tanpa persetujuan keluarga (seperti orang tua atau pasangan), media juga perlu mempertimbangkan dengan cermat apakah perlu mempublikasikan urutan kronologis peristiwa secara detail. Jika tidak perlu, jangan posting. Mengajak bicara orang sekitar karena tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa kekerasan terhadap perempuan bukan lah isu yang penting. Padahal peristiwa ini bukanlah peristiwa yang bisa disepelekan dan harus dihadapi bersama. Kita harus bisa mengubah cara pola berpikir orang terdekat tersebut.
Ditulis Oleh Nabila Hanggana Raras, Mahasiswi Ilmu Komunikasi -- Universitas Muhammdiyah Malang.
Penulis bisa dihubungi via IG:Nabilaahr atau email: nabilahanggana@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H