Lihat ke Halaman Asli

Nabila Husna

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Konsep Dramaturgi Erving Goffman Dalam Media Sosial

Diperbarui: 28 Oktober 2022   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Nabila Husna Putri H. (21107020055)

Dalam kehidupan sosial diibaratkan seperti pertunjukkan sebuah drama, dimana Individu sebagai aktor memiliki peran untuk mencapai tujuan tertentu melalui drama tersebut. Untuk mencapai tujuannya, Individu mengembangkan perilaku yang mendukung perannya. Adapun tokoh sosiolog asal Kanada yang mencetuskan konsep interaksi sosial itu seperti sebuah pertunjukkan drama, ia bernama Erving Goffman.

Goffman lahir di Mannville, pada 11 Juni 1922. Ia dipandang sebagai tokoh Kultus di dalam konsep sosiologis. kemudian ia menerima gelar doktornya di Universitas Chicago, ia juga kerap sekali dianggap sebagai anggota aliran Chicago serta sebagai interaksionisme simbolik. 

Namun, ketika dia ditanya sesaat sebelum kematiannya, apakah ia seorang interaksionisme simbolik, lalu Goffman menjawab bahwa nama tersebut terlalu samar baginya untuk menempatkan diri dalam kategori tersebut. Bahkan sulit untuk menyatukan karya-karyanya dalam satu kategori. 

Goffman wafat pada tahun 1982 ketika ia berada di puncak kepopulerannya. Ia juga dikenal. sebagai tokoh interaksionisme simbolik, hingga ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The Presentation of Everyday Life” (1959) dimana di dalam bukunya ia menganalisis mengenai interaksionisme simbolik dengan menggunakan teori Dramaturgi. 

Dalam buku “The Presentation of Self in Everyday Life”, dijelaskan bahwa teori Dramaturgi dalam interaksi sosial itu disamakan seperti sebuah pertunjukkan drama dalam kehidupan sehari-hari, dimana mereka akan menampilkan diri mereka sendiri seolah-olah seperti aktor yang sedang memainkan karakter orang lain, sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari karakter tersebut dan mengikuti alur cerita dari drama yang ditampilkan. 

Dalam buku tersebut juga menerangkan bahwa dramaturgi yang dibawa bukanlah konsep diri atau jumlah pengalaman individu yang dibawa oleh aktor, melainkan diri yang tersituasikan secara sosial yang mengembangkan dan mengatur interaksi tertentu. Kemudian dalam konsep dramaturgi memiliki dua wilayah, diantaranya depan panggung (front stage) dan belakang panggung (back stage). 

Bagian depan panggung ini berfungsi sebagai tempat dimana individu berusaha menunjukkan peran terbaiknya kepada penonton. Sedangkan, sedangkan bagian belakang panggung berfungsi sebagai tempat untuk mempersiapkan perannya ketika didepan layar nanti.

Konsep Dramaturgi ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, namun juga dalam media sosial. Dimana para pengguna media sosial dapat menyembunyikan karakter asli mereka dibalik layar. Adapun contoh seorang mahasiswa bernama Hukma yang berkuliah di Universitas Negeri Surakarta. 

Dia menggunakan media sosial sebagai tempat untuk mengekspresikan diri dengan bebas dan ingin lebih menonjol agar orang tahu bahwa dia itu ada. Jika dalam media sosial ketika berinteraksi dengan orang lain, ia akan berperan lebih aktif dalam memberi respon pada lawan bicara. Berbeda dengan di kehidupan sehari-hari, dia akan cenderung lebih diam dan hanya sebagai pendengar saja. Dia juga menjadi lebih percaya diri ketika berada di media sosial serta tidak takut jika mendapatkan kritikan dari orang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline