Lihat ke Halaman Asli

nabilah mutiara

Mahasisiwi Universitas Islam Negeri Malang Maulana Malik Ibrahim Malang

Semboyan Negara sebagai Identitas Nasional Bangsa

Diperbarui: 7 Desember 2022   00:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Arti semboyan secara umum ialah sebuah kalimat frasa atau kata sebagai pedoman serta prinsip atau simbol atau bahkan motto yang menggambarkan motivasi, semangat, dan tujuan. Seringkali digunakan kedalam konteks politik, komersial, keagaman dan berbagai macam hal lainnya. Penggunaan semboyan biasanya adalah negara, kota, universitas, dan keluarga-keluarga bangsawan. Biasanya semboyan ditulis dengan bahasa kuno ataupun bahasa daerah dari tempat tersebut.

Dalam kehidupan kita berbangsa serta bernegara, negara kita ini memiliki Semboyan Kebangsaan yaitu "Bhinneka Tunggal Ika". Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini. Istilahnya diambil dari kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Mari mengetahui lebih dalam tentang sejarah, asal-usul, serta makna dari Semboyan Kebangsaan negara kita.

Semboyan Kebangsaan negara kita ini dimulai sekitar abad ke-14, lebih tepatnya pada masa Kerajaan Majapahit. Kalimat "Bhinneka Tunggal Ika" diambil dari kutipan Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular. Kakawin ini bermakna syair, dalam Bahasa Jawa Kuno. Kakawin Sutasoma ini ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, akan tetapi berbahasa Jawa Kuno. Bahan yang digunakan untuk menuliskan naskah pada Kakawin Sutasoma ini menggunakan daun lontar. Kitab Sutasoma ini berukuran 40,5cm 3,5cm. Kitan Sutasoma ini menjadi Peninggalan bersejarah berupa karya sastra dari Kerajaan Majapahit.

Kutipan kalimat frasa "Bhinneka Tunggal Ika" ini terdapat pada pupuh 139 bait ke-5. Petikan Pupuh tersebut berbunyi:"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Petikan Pupuh diatas beratikan : " Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran".

Dalam Kakawin Sutasoma, Mpu Tantular membuat kitab tersebut sebagai titik temu agama-agama yang beragam dalam nusantara ini. Dalam pupuh yang dituliskan Mpu Tantular disitu ia mengajarkan tentang hal toleransi terhadap sesama antar umat beragama dan menjadi ajaran yang dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Budha.

Secara harfiah kata "Bhinneka Tunggal Ika" berasal dari bahasa Jawa Kuno. Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti "Berbeda-beda Tetap Satu Jua". Bhinneka Tunggal Ika tertulis di dalam lambang Garuda Pancasila. Secara etimologi kata-kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno yang jika dipisah menjadi Bhinneka memiliki makna "Ragam" atau "Beraneka", Tunggal adalah "Satu", dan Ika adalah "itu".

Sehingga arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetap satu jua. Maknanya, dengan jiwa dan semangat Bangsa Indonesia telah mengakui realitas bangsa yang majemuk (suku, bahasa, agama, ras, golongan dll) namun tetap menjunjung tinggi persatuan.

I Nyoman Pursika (2009) dalam jurnal Kajian Analitik Terhadap Semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri sebuah kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara Kebhinnekaan dan Ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara keperbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan monisme.

Jika pada awalnya Bhinneka Tunggal Ika ini dipakai hanya untuk menyatakan semangat toleransi keagaaman antara agama Hindu dan Budha. Namun setelah dijadikan Semboyan Bangsa Indonesia, konteks "Bhinneka" atau perbedaannya menjadi lebih luas, tidak hanya dalam konteks perbedaan agama saja tapi juga suku, bahasa, ras, golongan, budaya, adat istiadat bahkan bisa ditarik kedalam perbedaan dalam lingkup yang lebih kecil seperti perbedaan pendapat, pikiran/ide, kesukaan, hobi.

Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu dari empat pilar kebangsaan, selain Pancasila, UUD 1945 NKRI. Maka merupakan sebuah kewajiban untuk menanamkan nilai yang harus ditanam dalam setiap warga negara Indonesia yang dibahas pada buku Pancasila.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline