Lihat ke Halaman Asli

Nabilah Huwaida

Mahasiswa Kesehatan Masyarakat

Pengadaan Wisma Karantina Luar Negeri: Sudah Tepat Sasarankah?

Diperbarui: 14 Desember 2021   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita kaburnya selebgram berinisial RV dari karantina setelah pulang dari Amerika Serikat untuk pekerjaan pribadi. RV diduga hanya menjalani 3 hari masa karantina di Wisma Atlet Pademangan. Padahal menurut "Ketentuan Khusus bagi Pelaku Perjalanan Internasional yang masuk ke Wilayah Indonesia" pada laman kemlu.go.id. Karantina harus dilakukan selama 8 hari dan RV pun tidak termasuk dalam 3 kategori WNI yang berhak mendiami Wisma Atlet Pademangan. Kaburnya RV dari karantina dibantu oleh oknum TNI yang bertugas di bandara Soekarno-Hatta yang saat ini sedang dinonaktifkan.

Wisma Atlet sendiri merupakan bangunan yang digunakan untuk tempat penginapan para atlet. Namun sejak pandemi COVID-19 melanda Indonesia, Wisma Atlet dialih fungsikan menjadi Rumah Sakit Darurat COVID-19 yang berlokasi di Kemayoran dan Pademangan. Wisma Atlet yang berada di Kemayoran terdiri dari 4 tower yang dikhususkan bagi penderita COVID-19 dengan gejala ringan dan sedang. Sedangkan Wisma Atlet Pademangan terdiri dari 2 tower yang ditujukan untuk karantina WNI pelaku perjalanan internasional  dengan 3 kategori yaitu Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang kembali ke Indonesia untuk menetap minimal 14 hari di Indonesia, pelajar yang kembali setelah belajar dari luar negeri dan pegawai pemerintah yang menjalani dinas di luar negeri. Bagi WNI di luar ketiga kategori tersebut dapat melakukan karantina di hotel bintang dua atau tiga yang direkomendasikan oleh Perhimpunan Hotel Indonesia.

Wisma Atlet sebagai bentuk Pengadaan Barang & Jasa di Masa Pandemi 

Pengadaan Barang/Jasa diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Sebagai sebuah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memiliki peran yang penting dalam proses pembangunan nasional, sebagai peningkatan akan pelayanan publik dan pengembangan ekonomi baik nasional dan daerah tanpa menanggalkan prinsip prinsip yang diangkatnya yaitu, efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. Meskipun dalam Kondisi darurat pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan cepat, tanpa mengurangi  prinsip yang telah disebutkan sebelumnya. Sesuai dengan arahan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dalam Bab VIII Pengadaan Khusus mengenai pengadaan dalam keadaan darurat. Pengadaan barang/jasa darurat dibahas dalam Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Keadaan Darurat. Terkhusus untuk Pandemi COVID-19 hal ini diatur dalam Surat Edaran LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

Salah satu bentuk pengadaan barang/ jasa darurat kala pandemi COVID-19 adalah pengadaan Rumah Sakit Lapangan / Rumah Sakit Darurat Covid-19 yang diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dan fasilitas untuk pengendalian virus tersebut. Pendirian rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat COVID-19 diperuntukan bagi pasien COVID-19 (kasus konfirmasi) yang bergejala ringan-sedang dan pasien konfirmasi COVID-19 tidak bergejala yang tidak memiliki fasilitas isolasi mandiri yang memadai. Lebih lanjut, dalam proses pengadaan dan penyiapannya dilakukan oleh Kementerian PUPR bersama dengan Inspektorat Jenderal (Itjen) untuk melakukan pendampingan penyiapan Rumah Sakit Rujukan Covid-19. Pada awal lonjakan kasus pada tahun 2020 RS Rujukan tersebut di antaranya adalah RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet, RS Khusus Covid-19 Pulau Galang, dan RS Darurat Covid-19 Lamongan. Seiring berjalannya waktu, lonjakan kasus yang belum terbendung menuntut dibukanya banyak RS Lapangan / RS Darurat COVID-19 lainnya yang menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah tersebar di sejumlah kota besar yang rentan terjadi lonjakan kasus seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo Raya, Surabaya, Bali, Medan, dan Lampung. 

RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet Pademangan merupakan salah satu RS Darurat COVID-19 yang baru-baru ini kerap menjadi buah bibir masyarakat karena kasus seorang influencer wanita. Dahulunya  RS ini merupakan fasilitas tempat tinggal sementara bagi puluhan ribu atlet yang sedang berlaga di Ibukota, terutama saat perhelatan Asian Games 2019. Namun, Mei 2020 lalu pemerintah memutuskan untuk merombak Wisma ini menjadi sebuah RS Darurat untuk memfasilitasi kepulangan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terjebak di luar negeri karena berbagai aturan pembatasan dan bepergian akibat pandemi COVID-19. Pemerintah menyediakan 3 tower Wisma Atlet Pademangan sebagai wisma karantina WNI yang pulang dari luar negeri, sebagai upaya pencegahan  COVID-19. Lebih lanjut, diatur dalam Keputusan Kepala Satgas Covid-19 Nomor 12 tahun 2021 yang disahkan tanggal 15 September 2021 masyarakat yang berhak melakukan karantina pada fasilitas pemerintahan ini hanya pekerja migran Indonesia atau PMI yang baru kembali dari luar negeri, pelajar atau mahasiswa yang setelah selesai melaksanakan pendidikan pulang ke Indonesia, dan pegawai pemerintah setelah melaksanakan perjalanan dinas dari luar negeri. 

Sistem Karantina Perjalanan Internasional

Berdasarkan Keputusan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pintu Masuk, Tempat Karantina, dan Kewajiban RT-PCR bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Internasional, WNI yang melakukan perjalanan internasional wajib melakukan karantina sesampainya mereka di pintu masuk negara. Karantina dilakukan dengan jangka waktu 5 x 24 jam bagi yang berasal dari negara dengan kasus positif rendah, dan 14 x 24 jam bagi mereka dengan negara asal yang memiliki kasus positif tinggi. Terdapat beberapa prosedur yang perlu diperhatikan bagi WNI yang telah melakukan perjalanan internasional. Yang pertama, ketika WNI tersebut tiba di pintu masuk (bandara atau pelabuhan), mereka akan dikumpulkan dan diminta untuk mengisi borang data diri dan penerbangan yang terdapat pada aplikasi PeduliLindungi, tepatnya pada fitur Electronic Health Alert Card (e-HAC). Hal ini dilakukan untuk pemeriksaan data sebagai keperluan proses karantina. Lalu, mereka akan diminta untuk melakukan prosedur-prosedur sebagai berikut:

  1. Melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan yang oleh KPP Kemenkes dan menentukan tempat karantina. Karantina dapat dilakukan di Hotel dengan biaya sendiri atau Wisma Atlet Pademangan yang dibiayai pemerintah.
  2. Menjalani proses keimigrasian dan mengambil bagasi di Area Pengambilan Bagasi.
  3. Melakukan registrasi ulang untuk proses karantina dan kembali menjalani pendataan diri dan lokasi karantina yang dilakukan oleh petugas Polresta Bandara.
  4. Berangkat menuju lokasi karantina menggunakan bus khusus yang telah ditunjuk untuk menjemput.

Menurut hasil wawancara yang kami lakukan kepada salah satu pekerja migran yang baru saja kembali dari Malaysia, sesampainya ia di Wisma Atlet Pademangan, ia langsung diminta untuk registrasi dan melakukan swab test. Setelah selesai, ia langsung diberikan kamar untuk proses karantina. Prosedur yang sudah ditetapkan ini secara sistem manajemennya sudah sangat baik dan penuh kehati-hatian dilihat dari adanya sistem yang terintegrasi untuk mengumpulkan data-data para penumpang dan pengadaan registrasi ulang sebagai bentuk verifikasi data yang ketat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya penyalahgunaan kuasa yang dapat memperlemah sistem manajemen dan kebijakan karantina di Wisma Atlet Pademangan itu sendiri.

Masalah "Kecolongan"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline