Nabila Nurul Hasanah
(222111072)
kali ini, saya berkesempatan mereview sebuah artikel karangan Muhammad Julijanto dengan judul Penanganan Korban KDRT. Artikel ini membahas tentang bagaimana cara menangani korban KDRT? Bagaimana penanganan korban KDRT di Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri? dan juga bagaimana cara mencegah KDRT? .
Hasil Penelitian
dalam Artikel ini dijelaskan bahwa Kekerasan dapat diartikan dengan perihal (yang bersifat, berciri) keras. Perbuatan seseorang yang atau kelompok orng yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik . Kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidak relaan pihak yang dilukai.Kekerasan pada dasarnya adalah semua bentuk perilaku baik verbal maupun non verbal yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau sekelompok orang lainnya, sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik, emosional dan psikologis.
didalam Artikel ini juga menjelaskan bahwa Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga . dalam hal ini kekerasan rumah tangga yang disebutkan dalam artikel tersebut dapat berupa kekerasan fisik,kekerasan Psikis, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Beberapa faktor tersebut adalah 1) kondisi sosial dan keyakinan yang mendorong ikut terjadinya kekerasan tersebut. Setidaknya ada tiga bentuk kondisi sosial yang ada dalam masyarakat yang menyebabkan KDRT terus berlangsung, yaitu: budaya patriarki, timbulnya ketidakadilan gender dan penafsiran yang salah terhadap ajaran agama. 2) respon masyarakat yang menyebabkan kekerasan tersebut terulang, 3) karakteristik psikologi tertentu yang melekat pada pelaku kekerasan .
Pencegahan yang disajikan di artikel ini antara lain meningkatkan pemahaman dan sosialisasi tentang upaya mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Pemberdayaan ekonomi keluarga, meningkatkan pemahaman keagamaan dan pendalaman rohani. Pemahaman terhadap hak dan kewajiban semua anggota keluarga. Membngun komunikasi keluarga yang baik dan lancar.
Tindak pidana dalam mengatasi kekerasan Dalam Raumah Tangga diatur dalam pasal 351, 352 mengatur penganiayaan ringan, 353 mengatur penganiayaan yang direncanakan, 354 mengatur penganiayaan berat, 355 mengatur bila terjadi penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu dan 356 KUHP tentang Penganiayaan. Selain sanksi pidana yang telah ditentukan, terdapat ketentuan lain yang memperbolehkan korban kekerasan dalam rumah tangga untuk menuntut ganti rugi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Korban kejahatan juga dapat mengajukan gugatan perdata atas kerugian yang diderita. Tujuan penggabungan pengadilan untuk menyederhanakan proses litigasi agar lebih cepat dan lebih murah tidak tercapai karena para korban tidak dapat menuntut lebih banyak kompensasi atas kerugian tidak berwujud yang mereka derita.Oleh karena itu, hingga saat ini, meskipun terdapat ketentuan mengenai kompensasi dalam proses pidana, namun jarang sekali korban yang mendapatkan manfaat dari hal tersebut.
undang- undamg tersebut tidak hanya memberikan perlindungan hukum bagi korban KDRT, Tetapi juga memberikan beberapa perlindungan bagi korban KDRT antara lain :
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau piohak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Pelayanan bimbingan rohani.