Lihat ke Halaman Asli

Nabila Nurul Hasanah

UIN Raden Mas Said Surakarta

Kasus Asuransi Syariah di Masyarakat Jika Dilihat dari Paradigma Hukum Positivisme

Diperbarui: 24 September 2023   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nabila Nurul Hasanah

Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

 Hukum positivisme adalah pandangan bahwa hukum harus dilihat sebagai seperangkat aturan yang dibuat oleh penguasa atau lembaga legislatif, dan bukan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan moral atau agama. Sedangkan Hukum ekonomi syariah adalah cabang hukum yang memadukan prinsip-prinsip Islam dengan kegiatan ekonomi. Dalam konteks hukum ekonomi syariah, pandangan ini menekankan pada pentingnya mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

hukum positivisme dapat diambil dengan mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Kegiatan Perbankan Berdasarkan Hukum Syariah dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008. 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Berikut ini contoh kasus dan cara penyelesaiannya dengan menggunakan hukum positif:

 Seorang Nasabah di Bank Syariah telah melakukan wanprestasi (gagal bayar) dan melanggar etika hubungan hukumnya dengan bank syariah. 

Dalam hal ini penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur hukum formal seperti pengadilan. Pengadilan agama mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan yang berkaitan dengan syariah Untuk menyelesaikan sengketa, pengadilan harus mengacu pada aturan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif, seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Selanjutnya, pengadilan harus memperhatikan asas hukum yang berlaku, seperti asas keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Dalam penyelesaian sengketa, aspek teknis dan ekonomi  terkait berkas yang sedang diproses juga harus diperhatikan.

 Alternatif penyelesaian sengketa lainnya adalah  arbitrase. Pilihan dalam arbitrase ada dua, yaitu memilih arbitrase ad hoc atau arbitrase institusional seperti Dewan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menggantikan Dewan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Namun demikian, dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase, pengadilan tetap mempunyai peran untuk meninjau dan menegakkan putusan arbitrase.

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari kasus tersebut adalah Dalam menangani kasus-kasus hukum ekonomi syariah dengan menggunakan aliran positivisme hukum, penting untuk mengikuti aturan-aturan yang  ditetapkan oleh lembaga legislatif dan memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Selain itu, aspek teknis dan ekonomi  terkait permohonan yang sedang diproses juga harus diperhatikan dalam penyelesaian sengketa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline