\
Cinta adalah fitrah. Mencintai dan dicintai pun adalah fitrah kita sebagai manusia. Allah Sang Maha Cinta (Yaa Waduud) dalam QS Maryam : 96 bersabda "Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak Allah Yang Maha Pengasih akan menanamkanrasa kasih sayang dalam hati mereka". Maka rasa cinta ini bisa jadi nikmat yang Allah tanamkan pada hati kita, ia merupakan rezeki yang Allah munculkan begitu saja, tidak berupa, tapi terasa. Jika kita ingin ditambahkan rasa cinta dari orang-orang solih, orang-orang yang halal bagi kita, maka cara yg paling baik adalah mendekatkan kepada Sang Maha Cinta (Yaa Waduud), mintalah kepada Allah SWT. Percayalah, Allah tidak akan salah menitipkan perasaan itu pada seseorang yang tidak berhak, pasti Allah titipkan perasaan itu untuk orang yang terbaik untuk kita, jika rasa cinta itu memang didatangkan oleh Allah. Semoga kita salah memaknai rasa cinta yang kita rasakan saat ini.
Khadijah : Pelabuhan Hati Rasulullah
Kau tau Khadijah binti Khuwailid? Hamba pilihan Allah yang kepadanyalah hati Rasulullah berlabuh. Bahkan maut tidak mematikan perasaan beliau, pun setelah kehadiran Aisyah binti Abu Bakr, Rasulullah bahkan mengaku kepada Aisyah bahwa cintanya begitu dalam kepada Khadijah. Mungkin benar, Allah menciptakan hati laki-laki itu, tidak mungkin ada dua cinta yang sama persis berlabuh di dalamnya. Mereka mungkin bisa adil dalam memberi nafkah, tapi tidak dengan perasaan.
Tidak perlu ada kergauan. Rasulullah rela memberikan hadiah-hadiah bagi saudara-saudara dan kerabat Khadijah yang datang ke rumah, Rasulullah rela membebaskan tawanan Badr yang merupakan menantu beliau, karena tidak ingin Zainab menebusnya dengan kalung milik Khadijah, dan banyak hal lagi yang Rasulullah korbankan sebagai bukti cintanya kepada Khadijah, sekalipun Khadijah telah mendahuluinya pergi. Bahkan Rasulullah mengeaskan kepada Aisyah yang pencemburu , "Wahai Aisyah. Demi Allah aku tidak akan pernah bisa melupakan Khadijah hingga akhir hayatku. Sesunguhnya dia telah masuk dalam hatiku sedalam-dalamnya. Dia beriman kepadaku ketika orang lain kufur. Dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang lain memegang erat harta mereka. Dia membantuku dalam dakwah dan menemaniku ketika yang lain meninggalkanku, dan dia memberiku anak ketika yang lain tidak". Dan kita harus faham, bahwa marahnya Rasulullah adalah sunnah. Marahnya Rasulullah saat itu kepada Aisyah adalah waktu dan cara terbaik untuk mengingatkan Aisyah yang telah menghina Khadijah dihadapan Rasulullah. Dan perhatikan cara Rasulullah mengingatkan Aisyah, tidak ada beliau melukai maupun mernyakiti perasaan Aisyah.
Baiat Cinta Khadijah
Khadijah. Beliau berhasil membaiatkan cintanya kepada Rasulullah. Dengan segala resiko yang beliau hadapi. Beliau mencintai Rasulullah habis-habisan. Sudah tidak ada lagi kebaikan yang tersisa dalam diri Khadijah melainkan sudah diberikan kepada Rasulullah, sudah tidak ada lagi kesempatan berkorban yang Khadijah miliki melainkan sudah beliau korbankan untuk Rasulullah. Habis-habisan. Tanpa memperdulikan Rasulullah ditolak dalam dakwahnya, jatuh miskin, diasingkan, ditinggalkan untuk berdakwah, Khadijah tidak memperdulikan itu. Bahkan hingga akhir hayatnya Khadijah masih berniat melayani Rasulullah. Sambil gemertaran ia menyiapkan hidangan makan untuk suaminya. Hingga Allah dan Jibril menitipkan salam untuk Khadijah, sedemekian spesialnya sosok Khadijah. Allah merindukannya.
Kita tentu bisa mengambil pelajaran bagaimana Khadijah membaiatkan cintanya kepada Rasulullah dengan segala resikonya. Saat ini, mungkin baiat cinta yang kita lakukan tidak diuji seberat itu, seberat Khadijah yang mendampingi Rasulullah, seberat Asiah yang diuji dengan suami seorang Fir'aun, seberat Fatimah yang seringkali ditinggalkan Ali ke luar negeri unuk berdakwah. Beliau-beliau adalah sosok-sosok yang berhasil membaiatkan cintanya. Tanpa memandang pada siapa cintanya berlabuh.
Khadijah membaitkan cintanya kepada Rasulullah. Lima belas tahun hidup bahagia, banyak harta, banyak membantu, hingga tiba masa-masanya Rasulullah menerima wahyu. Sejak saat itu. Nabi sering dipanggil-panggil oleh bebatuan dan pepohonan, "Ya Rasulullah" hingga beliau merasa diganggu oleh setan. "Wahai suamiku, tak usah khawatir, Allah tidak akan menyakitimu karena engkau adalah orang yang baik. Engkau menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin, menjamu tamu, dan menyelesaikan urusan banyak orang, sehingga Allah tidak mungkin menyakitimu. Maka itu tidak mungkin gangguuan dari setan, tentu itu pertanda baik dari Allah".
Dengan pengertian yang luar biasa Khadijah memahami ketika Rasulullah meminta untuk menyendiri di Gua Hira. Tanpa mempermasalahkan kesendiriannya, Khadijah mempersiapkan bekal untuk suaminya. Rasulullah bertafakkur memikirkan apa yang sebenarnya terjadi, memikirkan ummat selama berminggu-minggu. Hingga bertemulah Rasulullah dengan Jibril dan mendapatkan wahyu pertamanya. Beliau pulang ke rumah dengan rasa takut, Khadijah kembali menenagkan Rasulullah. Khadijah berhasil menenangkan Rasulullah di masa-masa awal kenabian. Hingga perintah untuk berdakwah secara terangan-terangan Allah turunkan, ujian yang semakin berat bagi Khadijah untuk mendampingi Rasulullah.
Karena sejatinya, mukmin sejati memang diciptakan untuk manusia, rahmatan lil 'aalamin. Seorang mukmin sejati tidak bisa kita miliki seorang diri, ia adalah milik kaum muslimin. Pada hakikatnya manusia bukan hanya diciptakan untuk beribadah,namun ada tugas kekhalifahan yang kita emban untuk memakmurkan bumi. Sehingga jelas dibutuhkan sesosok pemimpin laki-laki sejati, yang harus pula didukung oleh sosok wanita sekuat Khadijah dibelakangnya.