Lihat ke Halaman Asli

Iklan Digital yang Mengabaikan Etika

Diperbarui: 21 April 2020   10:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1.

Periklanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bisnis promosi di era sekarang ini. Iklan merupakan isi pesan yang menarik tentang sebuah produk yang ditujukan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk membujuk atau mendorong masyarakat agar tertarik pada barang ataupun jasa yang ditawarkan. Iklan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap masyarakat baik secara individu atau masyarakat yang hidup secara berkelompok. Tidak diragukan lagi, masyarakat pastinya melihat iklan setiap harinya. 

Tentunya iklan bisa ditemui di berbagai tempat, mulai dari koran, TV, internet, hingga di jalanan. Dan jenis-jenis iklan pun cukup banyak, seperti iklan luar griya, iklan televisi, iklan radio dan iklan digital. Informasi yang membajiri halaman media sosial terjadi secara berkesinambungan menimbulkan kebiasaan dan perilaku baru bagi para penggunanya, ada reaksi yang diakibatkan oleh aksi dan ada juga aksi yang diakibatkan oleh reaksi dalam sebuah komunitas virtual yang terbentuk (Surahman, 2019).

Siaran iklan belakangan ini kadang tidak memperhatikan etika periklanan sehingga menggangu kenyamanan masyarakat. Contohnya seperti menggunkan kata-kata yang superlatif serta menggunakan visual yang kurang sopan. Dari sekian banyak jenis iklan, iklan digital menjadi salah satu media yang melanggar etika periklanan tersebut. Iklan digital merupakan sebuah promosi yang dilakukan sebuah produk menggunakan media digital atau internet yang bertujuan untuk menjangkau konsumen secara cepat dan tepat waktu. Iklan digital dapat ditemui di internet, Facebook, Web, Youtube, dan media sosial lainnya.

Tidak sedikit yang menarik perhatian kita untuk melihat dan membaca iklan digital ini. Walau pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Malah sebaliknya, iklan kerap kali terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu masyarakat tanpa mereka sadari. Tentu saja perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak etis (Bertens, 2000). Seperti contoh di bawah ini yang merupakan pelanggaran dari etika periklanan. 

Gambar 1. Merupakan iklan di youtube yang melanggar etika periklan.  Iklan Grab Bike yang bedurasi 30 detik ini menampilkan gambar seorang perempuan remaja penuh luka dan darah seperti baru mengalami kecelakaan. Di sisi lain, Grab Bike hendak menyampaikan pesan bahwa para mitra pengemudinya telah lulus pelatihan keselamatan berkendaran, memiliki dokumen lengkap, dan kendaraan milik mitra dirawat secara rutin. Pada detik 0.24 iklan tersebut juga menimbulkan kesan merendahkan pihak ojek pengkolan. Munculnya ojek pangkalan di iklan Grab yang mengesankan penyebab luka di sekujur tubuh pada tokoh utama iklan. Iklan tersebut melanggar Etika Parawira Iklan (EPI) pasal 1.20 mengenai merendahkan yang berbunyi iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing dan pasal 1.181.1 mengenai perbanding yang berbunyi perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk dan dengan kriteria yang tepat sama.

Gambar 2.

Gambar 2. Yaitu iklan youtobe yang merupakan iklan dari NovelMe yang menampilkan kartun yang sedang bermesraan. Iklan tersebut melanggar EPI pasal 1.26 mengenai  pornografi dan pornoaksi  yang berbunyi iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dalam bentuk dan dengan cara apa pun.

Gambar 3.

Gambar 3. Yaitu iklan pada game online yang merupakan iklan Dibeli.id melanggar EPI Pasal 2.7.2 mengenai  kosmetik dan perawatan tubuh yang berbunyi iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya harus dilakukan secara teratur dan terus-menerus.

Gambar 4.

Gambar 4. Ini merupakan iklan dari youtobe yang merupakan iklan Netflix. Iklan ini pada detik ke 0.28 memperlihatkan pasangan yang sedang berciuman dan pada narasi menggunkan kata "hanya". Iklan ini melanggar  EPI pasal 1.26 mengenai  pornografi dan pornoaksi yang berbunyi iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dalam bentuk dan dengan cara apa pun. Dan pasal 1.2.3E mengenai bahasa yang berbunyi penggunaan kata "satu-satunya", "hanya", "cuma", atau yang bemakna sama tidak boleh digunakan, kecuali jika secara khas disertai dengan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam hal apa produk tersebut menjadi satu-satunya.

Namun iklan digital ini mememiliki beberapa kelebihan salah satunya saluran yang paling tepat untuk menyasar person. Bisa menghasilkan dampak yang lebih kuat daripada iklan media massa (Muktaf,2015). Untuk kedepannya diharapkan para pengiklan tidak hanya mementingkan keuntungan tetapi melihat dan memahami etika dalam beriklan agar tidak ada kesalahan atau merugikan pihak lain seperti contoh di atas. Dan untuk para masyarakat diharapkan setelah melihat penelitian ini, memahami bahwa banyak iklan yang melanggar etika periklanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline