Lihat ke Halaman Asli

Nabilah Resaldi

Mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Libur Lebaran, Begini Kisah Ojek Pangkalan di Jatinangor

Diperbarui: 17 April 2024   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keadaan pangkalan ojek di Jl. Kampung Geulis, Jatinangor, Sumedang Utara, Jawa Barat (16/4), pasca Idul Fitri. (Foto: Nabilah Resaldi)

Kalah pamor dengan ojek online (Ojol). Libur lebaran maupun tidak, ojek pangkalan (Opang) di Jatinangor tetap sepi peminat, bahkan sudah ada yang bubar. 

Duduk-duduk di pangkalan menunggu penumpang datang, begitulah kegiatan harian Wawan Rohendi (58) dan Aseng (35) sebagai ojek pangkalan (Opang) di Jatinangor. Semakin padat mahasiswa, tetapi pendapatan tidak kunjung bertambah, terlebih lagi di saat libur hari raya Idulfitri.

"Lebaran kemarin Alhamdulillah mangkal, karena saya lagi gak ada aktivitas mudik, ya paling silaturahmi saja dengan yang lain," ujar Aseng, pengendara opang Kampung Geulis.

Lain cerita dengan Wawan Rohendi sebagai pengendara opang Caringin, ia berkata merasa diuntungkan dengan letak pangkalan yang berada di perempatan, jadi ketika hari raya tetap mendapat orderan walau tidak banyak. Saat mangkal, mereka memiliki budaya yang disebut 'nge-tem', artinya adalah ketika ada penumpang, pengendara opang yang pertama kali datang ke pangkalanlah yang boleh mengambil orderan tersebut. Seperti dibuat urutan, jadi tidak ada kecemburuan sosial ketika sedang mangkal. 

Minim Orderan di Hari Raya

Dilansir dari Detik.com, tradisi lebaran di Indonesia salah satunya adalah mudik atau silaturahmi dengan keluarga. Dengan adanya tradisi tersebut, biasanya orang-orang akan libur atau cuti kerja ketika hari raya Idulfitri tiba. 

"Kalo saya pribadi, setelah beres silaturahmi dengan keluarga dan ke makam, baru di hari lebaran ketiga beraktivitas ngojek lagi," ucap Wawan Rohendi. 

Opang ketika hari libur lebaran akan lebih sepi peminatnya, terutama mahasiswa karena biasanya memakai jasa ojol. Wawan Rohendi berkata bahwa yang memakai jasa opang kebanyakan dari warga lokal, biasanya minta antar ke makam. 

Karena sudah kalah eksistensinya dengan ojol, istilah yang mereka pakai adalah 'tiisen' dalam bahasa sunda artinya 'sepi'. Masalah orderan sepi sudah biasa, yang terpenting dari mangkal ketika libur lebaran adalah menjaga tali silaturahmi. 

Berbeda dengan Wawan Rohendi, pengendara opang Kampung Geulis, Aseng, dan pengendara opang Gerbang Lama Unpad, Amar (57), tetap mangkal di hari pertama Idulfitri. Karena merupakan warga lokal yang tidak mudik, jadi mereka memutuskan untuk tetap mangkal dan bersilaturahmi dengan teman sesama pengendara opang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline