Tanggal 16 di hari ini, tepat sebulan kami diperintah oleh pemerintah untuk menghentikan segala jenis kegiatan yang bersifat berkumpul dengan orang banyak. Semenjak diberlakukan work from home, aku belum pernah bertemu dengan anak-anak didikku yang lucu dan menggemaskan. Rindu rasanya dengan tingkah laku mereka yang beragam. Ada yang bandel, aktif, pendiam, dan banyak sifat yang lain. Karena masa wfh ini aku memutuskan untuk tetap mengajar dan berkomunikasi dengan mereka walau hanya dari rumah.
Kehidupan mereka jauh dari kota. Aku mengajar di salah satu sekolah dasar pelosok di desa Kare, kecamatan Wungu, Madiun. Aku tidak ingin menyebut nama, hanya sebut saja 'sekolah gunung'. Setiap berangkat ke sekolah, aku harus menyusuri jalanan terjal, berkelok-kelok dan jarang sekali orang berlalu lalang. Disepanjang perjalanan, jarak rumah antar warga cukup jauh. Justru sawah, hutan, gunung dan tebing menjadi pemandangan megah disetiap harinya. Bukan menyeramkan, justru ini adalah perjalanan yang menantang.
Semenjak Covid-19 atau yang biasa kita sebut 'corona' ini mampir ke pusat ibu kota hingga seluruh sudut wilayah di Indonesia, pemerintah memberi peringatan untuk memberhentikan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan bertemu dan berkumpulnya orang-orang. Termasuk kegiatan di kantor, kampus, ataupun sekolah. Aku dan anak-anak didikku terkena imbasnya, akhirnya kami pun ikut diliburkan. Anak-anak didikku yang masih lugu pasti menganggap bahwa momen ini akan menjadi kesempatan yang menyenangkan. Namun tidak berlaku bagiku.
Liburan yang work from home ini justru menjadi tantangan terberatku. Banyak kendala yang harus diselesaikan supaya aku bisa tetap berkomunikasi dan mengajar sehingga mereka tetap mengikuti pembelajaran walaupun online. Pertama, mereka adalah generasi milenial. Walaupun bukan anak kota, setidaknya mereka sudah tahu apa itu whatsapp dan paham bagaimana cara mengoperasikannya. Lalu, ku putuskan untuk membuat grup whatsapp selama masa wfh sehingga mereka tetap dapat saling berkomunikasi denganku sehingga materi pelajaran dapat tersampaikan.
Kedua, dari grup whatsapp ini yang membuatku terkendala adalah ada tiga diantara mereka yang tidak memiliki handphone android. Awalnya ini adalah sebuah kendala, namun ternyata ada salah satu murid yang dapat kupercayai untuk bertanggungjawab terhadap temannya yang tidak memiliki handphone android sehingga kendala ini dapat tersingkirkan dengan mudah. Setiap memberi tugas untuk anak-anak di whatsapp, murid yang kupercayai itu menyampaikan kepada temannya yang tidak bergabung dalam grup. Sungguh amanahnya membuatku terharu :') .
Metode pembelajaranku menganut sistem tematik atau K13. Masih ingat tentang K13? Yang keberadaannya pernah ditolak oleh guru dan murid pada masanya, tetapi di masa yang memprihatinkan saat ini K13 benar-benar metode pembelajaran yang paling membantu. Semua materi dari setiap pelajaran acap kali berhubungan dalam satu buku tema. Selain di buku tema itu, aku juga memberi tugas tentang covid-19 berupa video atau tulisan tangan. Mulai dari bagaimana cara mencuci tangan dengan benar dalam bentuk rekaman video hingga aturan yang harus ditaati anggota keluarga tentang pencegahan corona dalam bentuk karya tulisan tangan yang ditempel di pintu rumah.
Awalnya pembelajaran yang berlangsung di whatsapp grup ini berjalan dengan baik. Tetapi sayangnya metode yang kugunakan ini tak selamanya mulus. Mungkin mereka jenuh dengan kegiatan di rumah saja tanpa ada teman bermain seperti layaknya di sekolah. Dari hari ke hari, anak-anak makin kendor semangatnya dalam memperhatikan tugas yang telah ku share di grup. Berbagai alasan timbul dari anak-anak harus aku telan dengan sabar dan ku maklumi dengan pikiran dingin. Alasannya pun beragam, mulai dari handphone dibawa orang tua, ketinggalan informasi di grup, listrik mati, dan lain sebagainya.
Meneliti dari keadaan yang kian hari makin tidak kondusif dengan sikap anak-anak yang seperti itu, aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku pun tidak dapat memaksa mereka harus mengumpulkan sesuai dengan target yang telah ter-deadline, sementara info tentang tugas pun tidak dapat merata karena ada murid yang tidak masuk grup whatsapp. Tapi yang jelas, mereka semua tetap mengerjakan tugas yang telah diinfokan. Aku mengerti info ini dari murid yang kupercayai mampu untuk bertanggungjawab menyebarkan info tugas kepada mereka yang tidak masuk grup.
Dalam situasi seperti ini aku tidak ingin memberatkan anak-anak. Disaat pengajar lain tetap gentar memberikan pembelajaran full setiap hari demi mengejar tagihan kurikulum, aku tidak berlaku demikian karena memang keadaan saat ini sulit. Misalnya, menuntaskan dua pembelajaran dalam sehari yang tentunya akan memberatkan murid dan orang tua.