Lihat ke Halaman Asli

Nabila Indah Prilia

MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010057

Diskursus Gaya Kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono

Diperbarui: 25 Oktober 2024   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panji Sosrokartono, dokpri Apollo, Prof

Pendahuluan

Gaya kepemimpinan seorang tokoh dapat memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana seorang pemimpin berinteraksi dengan masyarakat, membuat keputusan, dan menginspirasi perubahan. Raden Mas Panji Sosrokartono, seorang tokoh penting dalam sejarah Indonesia, dikenal dengan pendekatan kepemimpinan yang progresif dan inovatif. Artikel ini bertujuan untuk mendalami gaya kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono dengan mencari tahu apa yang menjadi ciri khas gaya kepemimpinannya, mengapa gaya tersebut relevan dalam konteks sejarah dan sosial, serta bagaimana ia menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum kita membahas lebih lanjut, mari kita simak latar belakang Raden Mas Panji Sosrokartono.

Raden Mas Panji Sosrokartono merupakan salah satu tokoh penting dalam pembentukan kebangsaan Indonesia. Ia bukan saja seorang sarjana namun juga seorang aktivis yang ikut membentuk jiwa kebangsaan Indonesia awal abad 20. Banyak hal yang sudah Raden Mas Panji Sosrokartono lakukan selama kuliahnya di Belanda. Salah satunya adalah bergabung dengan Indische Vereniging, induk dari Perhimpunan Indonesia

Raden Mas Panji Sosrokartono terlahir dari keluarga bangsawan, paham bahwa pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan. Raden Mas Panji Sosrokartono berasal dari keluarga ningrat Jawa, yang memberinya akses ke pendidikan dan lingkungan budaya yang kaya. Sosrokartono putra ketiga bupati Jepara, juga merupakan kakak kandung dari R.A Kartini. Ia merasakan pendidikan Belanda yang pada masa itu yang bisa dirasakan putra keturunan Belanda dan kaum bangsawan saja. Berhasil menyelesaikan pendidikannya di Indonesia Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke negeri Belanda.

Di Belanda berbagai macam kalangan telah datang kesana, mereka adalah pembantu, seniman dan orang yang ingin melanjutkan pendidikan. Tahun 1897 Sosrokartono datang ke Belanda untuk belajar. Ia berhasil datang ke Belanda karena nilai bagus yang didapatnya ketika bersekolah di HBS4. Untuk bisa kesana tentu saja harus memiliki kolega maupun dukungan dari pemerintah Belanda pada waktu itu. Sosrokartono adalah bagian dari pribumi yang berusaha menembus pendidikan formal di Belanda.

Penampilan perdana Sosrokartono di kancah internasional terjadi pada tahun 1899 di Belanda, dalam acara kongres bahasa ke-25 Sosrokartono meminta agar pemerintah Belanda memberikan pengajaran bahasa Belanda kepada rakyat Indonesia sebagai pembuka pengetahuan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pidato Sosrokartono di Gent tersebut juga memiliki peran munculnya politik Etis tahun 1901 di Indonesia.

Semasa di Belanda, Sosrokartono juga pernah menjadi koresponden di surat kabar Bandera Wolanda. Bersama Abdul Rivai, Sosrokartono menyumbangkan tulisannya di surat kabar tersebut. Dalam surat kabar itu Sosrokartono mendapat jatah menulis tentang Buddhisme. Namun hanya sampai tahun 1902 nama Sosrokartono tercantum di surat kabar Bandera Wolanda. Yang selanjutnya tidak diketahui apakah Sosrokatono masih berperan di surat kabar tersebut atau tidak.  Sosrokartono selama 29 tahun Sosrokartono menjelajah Eropa hanya untuk memenuhi keingintahuannya terhadap pendidikan. Tahun 1925 Sosrokartono pulang ke Indonesia untuk menemui ibunya. Sosrokartono juga pernah bekerja beberapa tahun di Taman Siswa di Bandung. Hingga tahun 1927 Sosrokartono memutuskan untuk keluar dari Taman Siswa dan mendirikan Darussalam.

Di Bandung Sosrokartono mendirikan rumah pengobatan, rumah sosial yang digunakan menolong kaum menengah kebawah. Di rumah itu terdapat paguyuban bernama Keluarga Manasuka yang bertugas merawat wisma Darussalam dan keperluannya. Keluarga Manasuka ini terdiri dari sahabat dan orang yang ingin mengabdikan dirinya bersama Sosrokartono. Di Darussalam inilah, bersama keluarga Manasuka Sosrokartono mengabdikan hidupnya sampai akhir hayatnya.

Sosrokartono memenuhi kriteria-kriteria sebagai tokoh dalam pergerakan Indonesia. Pertama, Sosrokartono berhasil di bidangnya, sebagai seorang bumiputera Sosrokartono berhasil belajar di Leiden dan mendapat gelar Doktoral untuk bahasa-bahasa ketimuran. Disaat kuliah di Leiden Sosrokartono bertemu dengan profesor H. Kern yang memasukkannya dalam kongres bahasa ke 25, yang didalamnya Sosrokartono berpidato menuntut agar rakyat Indonesia diberikan pendidikan bahasa Belanda. Menurutnya, bahasa Belanda merupakan pintu untuk pendidikan pada masa kolonial.

Di Belanda bersama Noto Suroto, Sosrokartono ikut menjadi penyusun anggaran dasar Indische Vereniging, dan tercatat sebagai anggota Indische Vereniging sampai tahun 1918. Sosrokartono juga menguasai belasan bahasa timur dan barat. Sosrokartono berhasil menjadi seorang wartawan di New York Herald Time yang membawanya menjadi ahli bahasa untuk Liga Bangsa Bangsa di Jenewa.

Kedua, Sosrokartono meninggalkan karya monumental berupa falsafah hidup. Falsafah ini disampaikan Sosrokartono tidak secara langsung. sehingga pengagumnya memiliki interpretasi sendiri-sendiri. Tata hidupnya, sikap dan tingkah lakunya, pendiriannya dan segala sesuatu dari kehidupan pribadinya tercermin dalam Catur Murti. Ada lagi hasil Pemikirannya yaitu simbol Alif, huruf Alif yang diambil dari huruf Arab yang bermakna Allah. Dalam keseharian simbol Alif digunakan sebagai sarana pengobatan alternatif yang digunakan Sosrokartono di rumah pengobatan Darussalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline