Abstrak
Indonesia sebagai negara archipelago terbesar di dunia tentu harus memiliki sistem pemerintahan yang baik untuk menyatukan perbedaan tiap-tiap daerahnya. Dengan konsep desentralisasi dan otonomi daerah, setiap pemimpin daerah memiliki peran penting untuk mengatur dan mengurus warganya masing-masing demi mencapai tujuan serta cita-cita bangsa yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Namun, sebagai seorang manusia, pemimpin tidaklah sempurna, korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi umpan mematikan yang lezat bagi para pejabat. Sanksi hukuman tidak membuat tikus berdasi enggan untuk melakukannya. Sepeti yang dilakukan oleh salah satu pemimpin daerah, Bupati Bandung Barat melakukan tindak korupsi berupa pengadaan Bantuan Sosial Pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
PENDAHULUAN
Hengky Kurniawan dilantik menjadi Bupati Kabupaten Bandung Barat pada tanggal 7 November 2022 dengan menyambung masa jabatan hingga tahun 2023. Beliau sebelumnya adalah Wakil Bupati Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan masa periode 2018-2023 berpasangan dengan Aa Umbara Sutisna sebagai Bupati. Pasangan tersebut diusung oleh 5 Partai Politik yaitu Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Namun, Bupati Aa Umbara tersandung dalam dugaan kasus korupsi pada tahun 2020 yang membuatnya harus meninggalkan jabatan tersebut lalu digantikan oleh wakilnya, Hengky Kurniawan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Bandung Barat yang pada akhirnya dilantik secara definitif menjadi Bupati Kabupaten Bandung Barat oleh Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat.
Lalu, korupsi apa yang dilakukan oleh Bupati Aa Umbara?
PEMBAHASAN
Bupati Aa Umbara melakukan tindak kejam korupsi berupa pengadaan pemerintah mengenai barang bantuan darurat bencana pada Pandemi Covid-19 di Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat (KBB) tahun 2020. Dalam dakwaan Jaksa, Aa Umbara melakukan pengadaan Bantuan Sosial Covid-19 dengan modus penunjukan langsung dan meminta fee 6% dari keuntungan proyek.
Pada awalnya, Aa Umbara mengalokasikan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) tahun 2020 sebesar Rp. 52 miliar untuk pengadaan Bantuan Sosial (Bansos). Kemudian, ia menunjuk langsung dua pihak yaitu pertama mantan tim suksesnya saat kampanye pemilihan Bupati, M. Totoh Gunawan, kedua anaknya, Andri Wibawa.
Bupati Aa Umbara meminta M. Totoh Gunawan untuk menyediakan 120.000 buah paket bantuan sosial Jaring Pengaman Sosial (JPS) seharga Rp.300.000 per paket serta untuk kegiatan PSBB senilai Rp. 250.000 per paket, syaratnya menyisihkan 6% dari total keuntungan bantuan sosial tersebut. Dari pengadaan yang sebanyak 55.378 paket sembako dengan 6 tahap dan mendapatkan Rp. 15,9 miliar, maka M. Totoh Gunawan mendapat laba kurang lebih Rp. 3,4 miliar.
Dan kepada anaknya, Aa Umbara menyuruh pengadaan bantuan sosial 120.675 buah paket sembako senilai Rp. 36,2 miliar dan meminta fee 1% dari total keuntungan Rp. 2,6 miliar.
Akan tetapi dalam kasus tersebut, Totoh dan Andri Wibawa, dibebaskan oleh hakim lantaran tidak memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana dakwaan Jaksa, yaitu Pasal 12 huruf i UU Tipikor Jo Pasal 55 KUH Pidana.