Lihat ke Halaman Asli

Nabela Safira

Mahasiwa Prodi Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta

Guna Pemulihan Ekonomi, Stimulus Moneter Diperpanjang Oleh BI

Diperbarui: 24 Desember 2020   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Bank Indonesia by Pinterest.com

Pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 terus diupayakan oleh pemerintah bersama berbagai pihak dan lembaga keuangan negara. Di tahun 2021 mendatang, ekonomi Indonesia diprakirakan mampu tumbuh pada kisaran 4,5 persen sampai dengan 5,8 persen. Menanggapi hal tersebut, Bank Indonesia (BI) optimis pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2021 dapat terwujud melalui lima kebijakan yang dikeluarkannya, diantaranya melalui pembukaan sektor-sektor produktif dan aman secara nasional maupun di masing-masing daerah, percepatan stimulus fiskal (realisasi anggaran), peningkatan kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, berlanjutnya stimulus moneter dan kebijakan makroprudensial serta percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan khususnya terkait pengembangan UMKM.

Dari beberapa kebijakan yang dikeluarkannya, Bank Indonesia memastikan akan tetap melanjutkan salah satunya yakni kebijakan stimulus moneter untuk mempercepat pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 sampai dengan tahun depan. Kebijakan stimulus moneter lanjutan diantaranya dilakukan dengan cara menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, penetapan suku bunga yang rendah sampai dengan munculnya tanda-tanda tekanan inflasi yang meningkat, dan melanjutkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder).

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, pelaku usaha masih membutuhkan berbagai stimulus moneter agar benar-benar bisa pulih di tahun 2021. Dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui kebijakan quantitative easing yang dilakukan BI akan membuat rupiah tetap bergerak stabil, bahkan berpotensi terus menguat hingga tahun depan. "Kami masih memandang bahwa rupiah akan bergerak stabil dan berpotensi untuk penguatan," katanya di acara Bank Indonesia Bersama Rakyat (Birama) secara virtual pada Senin (7/12).

Selain itu disebutkan selama masa pemulihan ekonomi, suku bunga acuan akan tetap terjaga rendah. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Desember 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75 persen. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas eksternal yang terjaga serta upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi.

Perry mengatakan penetapan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,75 persen ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Diketahui sepanjang bulan Januari hingga November, BI telah menurunkan suku bunganya sebanyak 125 basis points. Menurut Perry, suku bunga yang rendah akan mendorong pemulihan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Dalam hal ini, BI akan terus menjaga suku bunga tetap rendah sampai dengan munculnya tanda-tanda tekanan inflasi akan mengalami peningkatan daripada sebelumnya.

Lebih lanjut Direktur Sales dan Produk PT Mandiri Manajemen Investasi, Endang Astharanti mengatakan penurunan suku bunga acuan ini bertujuan untuk mendorong para pengusaha agar bisa melakukan usahanya kembali, sehingga roda perekonomian dapat kembali bergerak. Namun, penurunan suku bunga acuan ini sangat berdampak pada instrumen investasi berupa deposito di mana hasil investasinya ikut mengalami penurunan. Begitu juga dengan saham yang terjun sampai sebesar 15 persen. Hal ini disebabkan instrumen investasi saham mengikuti ekspektasi pertumbuhan ekonomi atau para emiten yang ada di bursa saham.

Sementara itu, instrumen obligasi saat ini tengah mengalami kenaikan. Begitu pula dengan reksa dana yang memiliki pendapatan tetap. Dengan demikian dari keadaan investasi tersebut, menurut Asti harus dimanfaatkan yang mana penurunan saham hingga 15 persen harus dijadikan sebagai kesempatan untuk membeli. "Sekarang kita beli di harga murah ini, beli harga dengan diskon 15 persen. Walaupun saham sedang mengalami penurunan tapi kita punya kesempatan untuk beli di saat harga sedang murah," ujarnya.

Selanjutnya, Gubernur BI Perry Warjiyo juga meminta kepada para perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit dan memperluas penyaluran kreditnya agar pemulihan ekonomi semakin cepat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kredit masih sangat lamban dan perbankan masih cenderung menahan suku bunga kreditnya. Adapun Bank Indonesia mengumumkan pertumbuhan kredit perbankan mulai tumbuh secara negatif pada awal kuartal keempat tahun ini dengan pertumbuhan kredit pada bulan Oktober 2020, terkontraksi sebesar 0,47 persen secara tahunan. Sementara untuk rasio kecukupan modal perbankan pada akhir kuartal ketiga berada pada 23,41 persen sedangkan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) tetap rendah sebesar 3,15 persen. Oleh karena itu, dukungan komitmen dari perbankan juga akan mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Kemudian pada tahun 2021, BI pun tetap akan melanjutkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder). Hingga saat ini, BI telah membeli SBN dari pasar perdana senilai Rp.72,5 triliun untuk pembiayaan APBN 2020 melalui skema berbagi beban atau burden sharing di tengah pandemi Covid-19. Namun, pembelian SBN secara langsung hanya berlaku untuk APBN 2020. Di sisi lain, BI juga menanggung beban bunga untuk pembiayaan anggaran public goods sebesar Rp.297 triliun, serta menanggung sebagian beban bunga untuk pembiayaan non-public goods senilai Rp.114,8 triliun.

"Ini merupakan wujud komitmen yang tinggi dari Bank Indonesia untuk pemulihan ekonomi nasional, meski berdampak timbulnya defisit yang besar pada neraca Bank Indonesia mulai tahun 2021 dan tahun-tahun berikutnya," kata Perry. Oleh karenanya, momentum pemulihan ekonomi nasional perlu terus didorong dengan memperkuat sinergi membangun optimisme oleh semua pihak baik oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) maupun perbankan dan berbagai pihak lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline