Lihat ke Halaman Asli

Najwa Aulia

Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Penetapan Iuran Tapera, Akankah Menjadi Solusi?

Diperbarui: 10 Juli 2024   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baru-baru ini pemerintah menetapkan aturan kewajiban baru iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Peraturan ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara berkala dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan dan dikembalikan hasil penyimpanannya saat jangka waktu berakhir. Iuran Tapera akan dibayarkan 2,5% dari gaji pokok pegawai dan 0,5% ditanggung pengusaha setiap bulannya. 

Menurut Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera Heru Pudyo Nugroho regulasi ini ditetapkan untuk memenuhi kurangnya unit perumahan bagi masyarakat atau backlog. Selain untuk mengatasi hal tersebut, Tapera juga bertujuan untuk mengatasi rumah tak layak huni. Perlu diakui, bahwa rumah tidak layak huni di Indonesia memang menjadi salah satu masalah yang belum teratasi. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diketahui setidaknya ada 29,45 juta rumah tidak layak huni tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Banyak pula pasangan muda yang belum memiliki tempat tinggal karena kurangnya unit perumahan. 

Namun, akankan Tapera mengatasi permasalahan yang ada dan menguntungkan masyarakat? Iuran Tapera yang bersifat wajib bagi seluruh pegawai yang akan menggunakan sistem potong gaji ini menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Karena pekerja sudah banyak menanggung pajak pengusaha. Sebab jika iuran Tapera ditetapkan, maka hanya akan membebankan pekerja, karena pekerja juga harus membayar pajak penghasilan, jaminan kesehatan, dan jaminan ketenagakerjaan. 

Sejumlah pekerja menolak adanya Tapera karena hal ini. Tapera juga ditolak karena disebut tidak dapat memberi manfaat pembiayaan perumahan kepada semua orang. Persyaratan pembayaran Tapera hanya terbatas kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau memiliki gaji maksimal Rp8 juta per bulan, dan belum memiliki rumah. 

Terlepas dari berbagai keuntungan yang ditawarkan dari iuran Tapera, kebijakan ini masih perlu dikaji ulang dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak agar tidak membebankan pekerja. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menjadi salah satu pihak yang menolak Tapera karena dinilai memberatkan beban iuran, baik dari sisi pelaku usaha maupun pekerja. Apindo mencatat beban pungutan yang telah ditanggung pemberi kerja saat ini berkisar 18,24% sampai 19,74%. Kemudian, pemberi kerja juga harus membayar jaminan sosial kesehatan 4%, serta tanggungan cadangan pesangon berdasarkan perhitungan aktuaria sekitar 8%. 

Niat baik pemerintah mengadakan iuran Tapera ini memang dapat membantu masyarakat untuk memiliki rumah yang layak huni dan mengatasi permasalahan backlog di Indonesia. Namun, kebijakan ini perlu dikaji ulang dan melakukan dialog terbuka di tengah penolakan publik yang luas. Sebagai pemangku kebijakan, pemerintah harus mendengarkan aspirasi mereka dan mempertimbangkan berbagai alternatif sebelum mengambil keputusan akhir dalam membuat kebijakan. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline